Jumat, 12 Desember 2008

Marcella Zalianty versus Agung Setiawan


Perang Pencitraan Kasus Marcella-Agung

Hampir tiap hari di media, khususnya infotainmen, publik disuguhi pemberitaan mengenai kasus penganiayaan dan pelecehan seksual yang diduga diotaki artis cantik Marcella Zalianty (MZ) terhadap rekan bisnisnya, Agung Setiawan (AS), yang seorang desainer interior. Kejadian berlangsung di sebuah hotel di Jakarta, tanggal 2 Desember lalu.


Uniknya, dan tambah naiklah nilai berita (news value) kasus ini, karena melibatkan kakak-beradik pembalap nasional Ananda Mikola (AM) dan Moreno Suprapto (belakangan Moreno hanya ditetapkan sebagai saksi). Sontak, dunia pergosipan pun bertanya-tanya, ada hubungan apakah AM (yang memang lebih menonjol pemberitaan kontroversial ketimbang prestasinya) dengan MZ hingga yang bersangkutan rela melumuri tangannya dengan perbuatan tercela (lagi-lagi seperti yang dituduhkan). Lebih tak masuk akal, perbuatan tersebut dilakukan AM yang sebenarnya tidak ada sangkut-pautnya dengan hubungan bisnis antara MZ dan AS.

Karena menyangkut dua public figure, tentu saja kasus ini banyak menyita perhatian rekan-rekan media. Dan karena mendapat publikasi gratis, kedua kubu (baik yang diwakili pengacara, kerabat/keluarga, teman masing-masing atau entah siapa lagi) sama-sama melakukan pembelaan (counter) menurut versinya, yang ujung-ujungnya ditujukan untuk saling menyerang pihak lawan. Inilah yang saya maksud proses menata pencitraan diri alias merebut simpati publik.

Yang paling seru dari kasus ini adalah munculnya statement pihak-pihak yang mengaku telah ditipu oleh AS. Momen ini tentu saja dimanfaatkan dengan begitu sempurna oleh kubu MZ dan AM untuk membentuk opini publik mengenai siapa sebenarnya sosok AS. Sampai di sini, posisi kubu MZ yang sebelumnya terpuruk, lalu berada sedikit di atas angin. Maka ranah hukum telah sedikit bergeser ke ranah publik.

Lalu bagaimana dengan substansi hukum? Saya bukanlah orang yang mengerti benar soal ini. Tapi menilik dari pemberitaan media tampaknya polisi bergeming (baca: tetap pada pendiriannya). Pihak kepolisian tampaknya tidak terpengaruh dengan perang opini yang terjadi diantara dua kubu ini. Polisi tetap pada sangkaan awal, yakni dugaan penganiayaan dan pelecehan seksual yang dilakukan MZ, AM beserta beberapa pelaku lainnya. Maka polisi pun menetapkan MZ dan AM cs sebagai tersangka atau calon pesakitan penghuni jeruji besi!

Sebagai penonton, saya senang bukan main menyaksikan kasus yang bak lakon sinetron berjudul Tersandung-sandung ini. Lumayan untuk hiburan sebelum dan sehabis kerja seharian di kantor hehe.. Tapi tunggu dulu bro, bukan karena saya senang melihat orang susah (SMOSH), tapi karena saya sebagai penonton merasa terhibur, persis seperti apa yang menjadi cita-cita berdirinya tayangan infotainmen: media hiburan! Hmm..kalo sudah begini ingin rasanya saya kembali ke dunia infotainmen, tapi sebagai seorang produser hahaha..

Mari kita tunggu saja perkembangan kasus ini. Bagi yang punya akal sehat, hendaknya bisa menjadikan tontonan ini sebagai sebuah pembelajaran. Dan hukum di negeri ini kita harapkan sebagai suatu keniscayaan tak sekedar menegakkan benang basah. Demi hukum pula jangan sampai ada privelese (pengistimewaan) pada kasus yang melibatkan para pesohor negeri ini. Bila memang AS terbukti melakukan penipuan seperti yang banyak disangkakan kepadanya, tak bisa tidak hukum juga harus memandangnya dengan obyektif dan tak perlu malu-malu untuk unjuk gigi, eh taring!

Salam hangat!

Selasa, 02 Desember 2008

Manajemen Waktu


Hari yang Cerah untuk Jiwa yang Sepi

Pagi ini Jakarta tidak seperti hari-hari sebelumnya yang lembab. Hari ini Jakarta sangat cerah. Mudah-mudahan secerah hati orang-orang yang membaca blog ini. Amin.


Pagi ini, seperti biasa, saya berangkat ke kantor pukul 08.15 WIB. Sebelum berangkat saya sempatkan mencuci pakaian beberapa potong terlebih dahulu. Lumayan olahraga ringan. Mulai awal Desember ini, saya harus lebih mengetatkan jadwal harian saya karena saya harus mencuci sendiri! Maklum Si Mbak tukang cuci mulai bulan ini sudah tidak lagi mencuci di tempatku. Katanya ia mau pulang kampung aja, mungkin mau membangun kampung tercinta dengan kapasitasnya sendiri.

Oya, ngomong-ngomong soal mencuci sendiri, sebenarnya ada hikmah yang bisa kita petik dari sana. Nggak percaya kan? Coba deh mulai mencuci sendiri! Hikmahnya adalah kita bisa menghemat biaya bulanan, tul kan? Tapi tunggu dulu, hikmah lainnya yang tak kalah hebat ternyata mencuci mengajarkan kita manajemen waktu.

Jujur, bukannya saya sombong, saya sendiri sudah terbiasa mencuci sendiri sejak di bangku kelas 1 SMU. Sebenarnya orangtua saya sih nggak tega melihat saya mencuci sendiri:-P Tapi karena saya sadar usia mengharuskan saya untuk memikul tanggung jawab dalam porsi yang saya bisa, akhirnya saya putuskan untuk mencuci sendiri.

Kalau saya perhatikan, tak sedikit teman-teman, saudara-saudara, mungkin juga para orangtua yang jadwal mencucinya seminggu sekali. Dengan pola seperti ini, sudah bisa dipastikan pakaian menumpuk menunggu giliran untuk dicuci (kayak antre beras aja yah?). Belum lagi rendamannya yang sampai beberapa hari lamanya hmm..sedap... Dua-duanya, baik yang ditumpuk maupun yang direndam, sama saja: selain menciptakan polusi pemandangan (apalagi CD yang tergantung dimana-mana kayak batman), hal ini juga menciptakan polusi udara! Belum lagi polusi suara (kegaduhan) akibat banyak yang komplen hahaha...

Dan, terpaksa saya harus jujur lagi, dari dahulu hingga sekarang, saya paling tidak suka menumpuk pakaian kotor hingga beberapa hari seperti itu. Bukannya mau naikin mutu sendiri yah, saya selalu mengupayakan minimal 1-2 hari sekali untuk mencuci. Bukan apa-apa dengan pola seperti ini selain mengurangi polusi dimana-mana, mencucinya juga akan lebih ringan dibanding mencuci seminggu sekali!

Hhhh...hari yang cerah seperti hari ini, benar-benar hari yang cerah untuk mencuci. Satu saja yang masih kurang, bo.. Meski cerah tetapi jiwa ini masih saja sepi (seperti dahulu)! Maklum karena masih mencuci sendiri hikshiks...

Rabu, 29 Oktober 2008

Sepuluh Kepribadian Billionair


1. Keberanian untuk berinisiatif.
Di sinilah letak keunikan utama pengusaha kelas kakap dunia. Mereka selalu punya ide-ide jenial. Sebagai contoh, lihat saja si Raja Real Estate Donald Trump. Kebangkitannya dari bangkrut beberapa tahun yang lalu sekarang sudah membuahkan lebih dari sekedar kerajaan properti belaka. Ada boneka Donald, ada seri TV The Apprentice, ada online university TrumpUniversity.com, bahkan ada t-shirt "You're Fired" dan buku-buku best-sellernya. Semua berangkat dari inisiatif belaka, yang bisa kita pelajari dan tiru.

2. Tepat waktu.
Selalu menepati janji dan tepat waktu karena ini adalah bukti kemampuan memanage sesuatu yang paling terbatas di dalam hidup kita, yaitu waktu. Kemampuan untuk hadir sesuai janji adalah kunci dari semua keberhasilan, terutama keberhasilan berbisnis. Respek terhadap waktu merupakan pencerminan dari respek terhadap diri sendiri dan partner bisnis.

3. Senang melayani dan memberi.
Seorang billionaire pasti mempunyai kepribadian sebagai pemimpin dan seorang pemimpin adalah pelayan dan pemberi. The more you give to others, the more respect you get in return. Syukur-syukur kalau ada karma baik sehingga mendapat kebaikan juga dari orang lain. Paling tidak dengan memberi dan melayani, kita sudah menunjukkan kepada dunia betapa berlimpahnya kita. Alam bawah sadar kita akan terus membentuk blue print sukses berdasarkan kemampuan memberi ini.

4. Membuka diri terlebih dahulu.
Pernah Anda bertemu orang yang selalu mau bertanya soal hal-hal pribadi tentang orang lain namun tidak pernah mau membuka diri? Mereka biasanya hidup dalam ketakutan dan kecurigaan, yang pasti mereka akan sangat sulit untuk mencapai kesuksesan karena dua hal ini adalah lawan dari unsur-unsur yang membangun sukses. Rasa percaya dan kebesaran hati untuk membuka diri terhadap lawan bicara merupakan cermin bahwa kita nyaman dengan diri sendiri, lantas tidak ada yang perlu ditutupi, sesuatu yang dicari oleh para partner bisnis sejati. (Siapa yang mau bekerja sama dengan orang yang misterius?)

5. Senang bekerja sama dan membina hubungan baik dengan para partner bisnis.
Teamwork jelas adalah salah satu kunci keberhasilan utama. Donald Trump dan Martha Stewart pun mempunyai tim-tim mereka yang sangat loyal sehingga mereka bisa mencapai sukses luar biasa. "No man is an island, kita semua perlu membangun network kerja yang baik, sehingga jalan menuju sukses semakin terbuka lebar.

6. Senang mempelajari hal-hal baru.
Kembali kita mengambil contoh Pak Trump yang baru saja membuka online university. Apakah beliau adalah ahli pendidikan? Seorang profesor? Jelas tidak, namun dengan kegemarannya mencari hal-hal baru serta langsung mengaplikasikannya, maka dunia bisnis semakin terbuka luas baginya.Dunia bisnis baginya adalah tempat bermain yang luas dan tidak terbatas. Kuncinya hanya satu: senang belajar dan mencari hal-hal baru.

7. Jarang mengeluh, profesionalisme adalah yang paling utama.
Lance Armstrong pernah berkata, "There are two kinds of days: good days and great days." Hanya ada dua macam hari: hari yang baik dan hari yang sangat baik. Jangan sekali-kali mengeluh di dalam bisnis, walaupun suatu hari mungkin Anda akan jatuh dan gagal. Mengapa? Karena setiap kali gagal adalah kesempatan untuk belajar mengatasi kegagalan itu sendiri sehingga tidak terulang lagi di kemudian hari. Hari di mana Anda gagal tetap adalah agood day (hari yang baik).

8. Berani menanggung resiko.
Jelas, tanpa ini tidak ada kesemp atan sama sekali untuk menuju sukses.Sebenarnya setiap hari kita menanggung resiko, walaupun tidak disadari penuh. Resiko hanyalah akan berakibat dua macam: be a good or a great day (lihat di atas). So, untuk apa takut? Kegagalan pun hanyalah kesempatan belajar untuk tidak mengulangi hal yang sama di kemudian hari kan?

9. Tidak menunjukkan kekhawatiran (berpikir positif setiap saat).
Berpikir positif adalah environment atau default state di mana keseluruhan eksistensi kita berada. Jika kita gunakan pikiran negative sebagai default state, maka semua perbuatan kita akan berdasarkan ini (kekhawatiran atau cemas). Dengan pikiran positif, maka perbuatan kita akan didasarkan oleh getaran positif, sehingga hal positif akan semakin besar kemungkinannya.

10. "Comfortable in their own skin".
Alias nyaman dengan diri sendiri tanpa perlu berusaha menut up-nutupi sesuatu maupun supaya tampak "lebih" dari lawan bicaranya. Pernah bertemu dengan billionaire yang rendah diri alias tidak nyaman dengan diri mereka sendiri? Saya yakin tidak ada. Kenyamanan menjadi diri sendiri tidak perlu ditutup-tutupi supaya lawan bicara tidak tersinggung karena setiap orang mempunyai tempat tersendiri di dunia yang tidak bisa digantikan oleh orang lain.

Saya adalah saya, mereka adalah mereka. Dengan menjadi diri saya sendiri, saya tidak akan mengusik keberadaan mereka. Jika mereka merasa tidak nyaman, itu bukan karena kepribadian saya, namun karena mindset yang berbeda dan kekurangmampuan mereka dalam mencapai kenyamanan dengan diri sendiri.

Apakah Anda mempunyai kepribadian seorang billionaire? Hanya Anda yang bisa menjawab.

Dikutip dari Milis Empat Lawang 29 Oktober 2008

Senin, 20 Oktober 2008

Aceh Damai dan Kehangatan Para Tukang Ledeng


Artis pun Mendadak Tampil Santun

Selama lima hari, 13-17 Oktober 2008, saya mendapat tugas luar ke Provinsi Nangroe Aceh Darussalam (NAD). Ini lawatan pertama saya ke sana. Satu hal yang perlu dicatat, Aceh adalah bumi yang damai, aman dan tentram.

Lupakan tragedi memilukan (gempa dan tsunami) yang meluluhlantakkan Aceh pada 26 Desember 2004 lalu. Atau konflik horizontal sipil-militer yang telah berlangsung berpuluh-puluh tahun lamanya dan menelan ribuan nyawa tak terhingga. Aceh kini, berbeda dari Aceh dahulu. Aceh kini adalah Aceh yang bangkit dari keterpurukan dan dengan penuh semangat menata masa depan yang lebih cerah.

Setidaknya kesan inilah yang saya tangkap selama melakukan kunjungan ke Kabupaten Aceh Besar, Kabupaten Pidie dan Kota Banda Aceh. Selama dalam perjalanan ke tiga tempat tersebut, yang terkadang harus melewati kawasan hutan berbukit yang jauh dari keramaian, sama sekali saya tidak menemui kejadian yang tidak diinginkan. Yang saya temukan justru orang-orang Aceh yang ramah, para pengungsi di barak-barak yang tetap optimis memandang hari esok. Sungguh, orang Aceh adalah orang-orang yang kuat dan tabah. Terbukti dengan konflik yang terjadi selama ini, ditambah dengan tragedi gempa dan tsunami, mereka tetap bersemangat menjalani hari-hari. Saya yakin rakyat Aceh begitu mensyukuri perdamaian yang saat ini mereka rengkuh.

Tak terbilang kata yang ingin saya tuangkan selama mengunjungi Bumi Serambi Mekah. Di Aceh Besar saya diajak menginap oleh rekan-rekan tukang ledeng di sana, di salah satu Water Treatment Plant (WTP) milik PDAM Tirta Mountala Kab. Aceh Besar yang letaknya persis di kaki Bukit Barisan yang berjarak sekitar 30 km dari Kota Jantho. Meski hembusan udara pegunungan seperti mencucuk tulang, namun suasana kekeluargaan yang ditunjukkan oleh rekan-rekan di sana begitu hangat hingga saya serasa lupa dengan kekakuan dingin udara malam.

Di Banda Aceh pun saya nyaris menemukan kehangatan serupa yang ditunjukkan oleh rekan-rekan di PDAM Aceh Besar. Saya sangat senang diajak berkeliling Kota Banda Aceh yang masih dalam tahap renovasi dan rekonstruksi. Saya diajak melihat kampung-kampung pesisir, daerah yang paling parah terkena terjangan tsunami seperti Tibang, Perumnas Lingke, Ulee Lheu, Lamprik dan lain-lain. Alhamdulillah, segala bantuan berbentuk rumah dan infrastruktur pendukung lainnya yang dibangun lembaga donor dalam dan luar negeri telah kelihatan hasilnya. Setidaknya hampir sebagian besar masyarakat yang menjadi korban bencana telah mendapatkan hunian yang layak.

Masjid Raya Baiturrahman adalah tempat persinggahan saya yang paling mengesankan. Saya sangat bersyukur, bila selama ini hanya bisa melihat masjid nan megah ini dari kalender atau dari klip adzan Magrib, akhirnya saya bisa menjejakkan kaki dan melakukan sholat berjamaah di sana. Satu hal yang paling unik di masjid ini, selain bentuk bangunan dan sejarah besarnya di masa lalu, adalah banyaknya burung walet yang sejak beberapa tahun belakangan menjadikan masjid ini sebagai kediaman oleh para mahluk cantik itu.

Pada jam-jam sore, kita bisa menyaksikan pemandangan yang menakjubkan di atas atap/kubah dan di cakrawala masjid. Mahluk-mahluk mungil itu hilir mudik terbang ke sana kemari menghiasi langit yang mulai meneduh. Ada yang bertengger di atas pepohonan di sekitar masjid, namun lebih banyak yang nangkring di atas atap/kubah. Jumlahnya mungkin jutaan. Bayangkan hampir tidak ada sisi lowong di atas atap/kubah masjid yang tidak ditempati oleh burung-burung bernilai ekonomi tinggi itu. Padahal, tak sedikit penduduk di sekitar yang menyulap rumah mereka menjadi sarang burung walet. Namun entah kenapa, si cantik lebih menyukai areal masjid sebagai tempat persinggahan mereka. Luar bisa, Allah menghadiahkan karunia yang besar bagi umat Islam di Aceh. Mudah-mudahan pengurus masjid bisa memanfaatkan potensi ini untuk kepentingan umat. Amin.

Sebelum pulang ke Jakarta, saya juga sempat diajak berkeliling oleh Direktur PDAM Tirta Daroy, Pak Junaidi. Setelah membeli oleh-oleh khas Aceh, saya diajak Pak Junaidi meninjau pantai Lok Ngah di Aceh Besar yang sangat indah. Seperti daerah-daerah pesisir lainnya, daerah ini juga tak luput dari terjangan tsunami. Namun kini telah mulai berbenah menjadi daerah industri dan daerah wisata nan cantik. Setelah mengitari wilayah ini hampir setengah jam, Pak Junaidi yang orang lapangan itu, juga berbaik hati mengantar saya ke Bandara Sultan Iskandar Muda.

Meski sekarang saya sudah di Jakarta, saya tentu tidak akan lupa dengan keramahtamahan rekan-rekan dari PDAM Aceh Besar, PDAM Pidie dan PDAM Kota Banda Aceh. Saya tidak mungkin lupa dengan rasa khas Mie Aceh yang lezat, atau kedahsyiatan kopi Ulee Kareng yang hmmm...membuat kepala saya melayang-layang. Saya akan selalu mengenang kehangatan saat bermalam bersama rekan-rekan tukang ledeng di Bukit Jantho. Saya tentu tidak akan lupa saat menyaksikan kapal tongkang PLTD Apung yang terdampar di Kampung Punge Balangcut. Kapal berbobot mati 200 ton itu dahulunya berada di Pelabuhan Ulee Lheu yang berjarak sekitar 4 km dari tempatnya kini terdampar. Kapal milik Pertamina itu, kini menjadi semacam monumen untuk mengenang kedahsyiatan gelombang tsunami.

Dalam perjalanan dari WTP Jabal Gafur milik PDAM Pidie ke kantor pusat PDAM Pidie di Sigli, kami juga sempat berpapasan dengan iring-iringan mobil rombongan mantan deklarator GAM Hasan Tiro yang mengunjungi tanah kelahirannya, Pidie, yang telah lebih 30 tahun tidak disambanginya. Meski tidak bertatap muka secara langsung dengan Wali (sebutan masyarakat Aceh untuk Teungku Hasan Muhammad di Tiro), saya yakin pemikiran kami, pemikiran rakyat Aceh tidak begitu jauh berbeda. Aceh damai adalah impian. Aceh yang besar dan maju adalah harapan semua pihak.

Oya, ada satu hal lagi yang membuat saya geli, yang saya temui di Aceh ini. Di Jakarta saya temui banyak sekali billboard salah satu operator selular yang memajang pose artis cantik Luna Maya atau Asmirandah yang berpakaian sedikit seksi. Tapi yang saya temukan di Aceh berbeda 180 derajat! Di sana saya menemukan Luna Maya dan Asmirandah tampil dalam balutan busana muslimah yang anggun layaknya perempuan-perempuan Aceh. Hmm...

Peace Peace Peace

Peace Peace Peace

Kamis, 24 Juli 2008

Bila ‘Paratidaknormal’ Ngerjain Paranormal


Ini pengalaman yang juga cukup menggelikan. Kisah yang tak seharusnya ditiru oleh mereka yang bekerja penuh dedikasi dan profesionalisme tinggi. Sebuah keusilan yang berangkat dari rasa penasaran dan rasa ingin tahu yang besar.

Pengalaman ini terjadi sekitar penghujung tahun 2006 lalu. Waktu itu saya masih bekerja di dunia infotainmen sebagai reporter. Suatu hari, karena tidak tahu harus liputan kemana lagi, tiba-tiba muncul ide nyeleneh dari driver saya; wawancara dengan salah satu paranormal kondang di negeri ini! Temanya terserah, yang penting bisa ketemu dan wawancara!

Sebenarnya saya ogah. Bukan apa-apa, disamping karena tidak ada delegasi dari koordinator liputan, berurusan dengan paranormal membuat hati saya dag-dig-dug. Takut disantet dan diguna-guna coy! Mending kalo diguna-guna tambah keren, kalo diguna-guna nggak kawin-kawin? Wah bisa berabe dunk..

Singkat kata, kami mendapat konfirmasi sang paranormal bersedia diwawancara di kediamannya. Dalam perjalanan ke rumah sang paranormal ini, terus terang hati saya kebat-kebit. Saya takut si paranormal tahu kalau wawancara yang akan kami lakukan adalah wawancara main-main. Tapi syukurnya si paranormal tidak mencium gelagat kami. Hehe mungkin si paranormal udah jarang puasa Senin-Kemis jadi kesaktiannya menurun drastis kali yah:-D

Sesampainya di rumah si paranormal, kami disambut oleh dua orang penjaga berseragam kepolisian dan seorang berseragam hitam-hitam. Setelah menyebut maksud dan tujuan, kami pun diantar masuk ke dalam. Luar biasa rumah si paranormal ini. Arsitekturnya seperti istana raja-raja jaman Majapahit kali. Mungkin cukup itu kelunya. Yang jelas, kalau ditaksir dalam bentuk rupiah kediaman si paranormal ini sekitar Rp5 milyar lebih. Belum lagi dua mobil mewah yang terparkir di garasi di salah satu sudut bangunan.

Sungguh menakjubkan profesi paranormal di negeri ini yah? Pejabat eselon I, bahkan menteri mungkin jarang yang memiliki kekayaan seperti si paranormal. Kecuali, kalau si pejabat melakukan korupsi. So, ada yang berniat menjadi paranormal? Sayangnya, tidak ada akademi khusus atau perguruan tinggi keparanormalan ya?:-(

Persis di pekarangan rumah, kami bertemu dengan si paranormal yang saat itu lagi asyik bermain catur dengan temannya. Si paranormal menyambut kedatangan kami dengan senang hati. Seperti paranormal pada umumnya, ia mengenakan pakaian serba hitam. Kalau diperhatikan, mungkin lebih mirip dandanan para seniman yang lebih suka seadanya dan seenaknya.

Setelah berbasa-basi, kami lalu diajak masuk ke dalam istana sang paranormal. Ufffss, sampai di sini dulu yah. Soalnya butuh tenaga ekstra untuk melanjutkan kisah yang dramatis ini:-P

Jumat, 11 Juli 2008

Telepon Seluler


Memiliki HP, dewasa ini bukanlah hal yang luar biasa. Tukang parkir, tukang sayur, bahkan pemulung sudah ada yang memiliki HP. Saya jadi ingat waktu saya baru memiliki HP sendiri.

Pada waktu duduk di bangku SLTP kelas 3, sekitar tahun 1995, saya ingat di rumah orangtua saya baru pasang telepon rumah. Pada waktu itu, telepon rumah termasuk benda yang cukup prestisius. Bisa dibilang, hanya mereka yang berada dari kalangan menengah ke atas saja yang bisa memiliki perangkat ini (tentu saja untuk ukuran orang kampung).

Sebagai remaja yang baru tumbuh alias ABG, saya senang sekali. Dalam pergaulan dengan teman-teman sekolah, otomatis gengsi saya sedikit bertambah. Saya pun benar-benar memanfaatkan sarana milik orangtua ini untuk keperluan halo-halo dengan teman-teman. Sudah barang tentu saya gunakan juga untuk keperluan merayu cewek-cewek haha…

Seiring berjalannya waktu, memiliki telepon rumah sudah dianggap biasa. Memasuki tahun 2000 ponsel alias telepon seluler alias HP mulai menjadi barang yang “wah”! Di tahun ini, selain orang-orang berkantong tebal, tidak semua orang bisa memilikinya.

Saya hanya bisa terkagum-kagum bila melihat ada orang yang menenteng HP. Mengetahui harganya yang cukup mahal ketika itu, memegangnya pun saya tidak berani, meski hanya sekedar memegang dalam mimpi.

Tahun 2004 saya pun akhirnya merasakan memiliki HP sendiri. HP pertama yang saya miliki Nokia. Saya lupa tipenya. HP berbodi bongsor ini tentu saja saya beli dalam kondisi seken, mungkin juga sudah dalam kondisi seventeen. Soal fitur jangan ditanya, bisa telepon dan SMS saja sudah merupakan kebanggaan tersendiri yang sukar dilukiskan dengan kata-kata.

Seperti pada telepon rumah, memiliki HP juga membuat saya senang bukan main. Meski kenyataannya masih kere, menenteng HP membuat saya serasa menjadi eksekutif muda. Lucunya, berbulan-bulan setelah itu, hampir tidak ada yang menelepon, selain sesekali saja ada yang SMS. Maklum waktu itu orang yang punya HP masih sedikit, dan perang tarif murah juga belum segencar sekarang (relasi situ aja kalee yang masih kurang banyak dan kurang berbobot!?).

Saya pun tak kehilangan akal. Untuk menambah “prestise” saya di muka orang-orang, saya menyetting HP butut saya yang masih suka nge-drop itu dengan settingan alarm yang bunyinya saya sesuaikan dengan panggilan masuk. Pas saya lagi sama teman-teman, lagi di bis kota, terminal atau lagi di pasar sekalipun (hanya di kamar mandi saja yang nggak) HP saya bunyi. Karena sudah tahu itu cuma settingan, saya pun pasang aksi seolah-olah itu telepon masuk dari seseorang. Jadilah, saya terlihat seperti orang yang penting sendiri hahaha...

Begitulah, pengalaman yang cukup malu-maluin ini. Terkadang benda bisa membuat kita mabuk kepayang juga yah… Ternyata!!??:-P

Rabu, 09 Juli 2008

Orang Pintar Belum Tentu Bijaksana


Orang pintar minum tolak angin. Begitu bunyi sebuah iklan jamu yang terkenal. Namanya juga iklan tidak ada yang tidak wajar di jingle iklan tersebut. So?

Waktu masih bekerja di kantor B (tidak usah disebut kantor apa dan di mana), saya mempunyai bos yang hampir sebagian besar karyawannya tidak menyukai sepak terjangnya. Berbagai julukan jelek disematkan kepada si bos. Bagaimana tidak, gaya kepemimpinannya arogan, emosional dan sering menganggap bawahan sebelah mata.

Bos yang satu ini sangat jeli soal melihat kesalahan bawahannya, namun sering kali menutup mata ketika ada bawahan yang berprestasi dan menguntungkan perusahaan. Dan sudah bisa ditebak tidak ada mekanisme reward dalam kepemimpinannya yang pongah kecuali: punishment, punishment and punishment! Sadis bener…?

Di kantor C saya juga menemukan bos yang wataknya tidak terlalu berbeda dengan bos di kantor B. Malah mungkin lebih parah. Bos yang satu ini sangat gemar menjatuhkan orang lain di hadapan banyak orang, namun ketika ‘kesalahan’-nya disentil sedikit saja, dia bereaksi seperti orang yang kebakaran jenggot. Bahasa kelas pinggirnya dia ini (mungkin) tipe orang yang pandai menjilat ke atas dan gemar menendang ke bawah. Hmm..cukup horor!

Dulu di kantor A saya juga punya bos yang sangat down to earth kepada bawahan. Istilah jaman sekarang bos gaul. Tapi sayang ketika sudah bersinggungan dengan fullus, dia berlaku tidak fair. Ia, dengan alasan yang dibuat-buat, mengatur pembagian “jatah” yang lebih menguntungkan pribadinya. Setelah itu, sudah bisa dipastikan semua yang pernah merasakan sepak terjangnya akhirnya mundur teratur. Ogah bekerja sama lagi dengan si bos.

Dari ketiga bos di atas, secara intelegensi, mereka ini bisa dibilang orang-orang pintar. Kalau tidak pintar mana mungkin mereka bisa menduduki posisi yang strategis di tempatnya masing-masing. Pengalaman ini membuat mata saya terbuka: Orang pintar belum tentu bijaksana. Itu saja pesannya. Salam hangat!

Senin, 07 Juli 2008

Jumat, 04 Juli 2008

Ayo 'Nge-Blog'!!!


Jangan Takut Dibilang Narsis

Kandidat Presiden Amerika Barack Obama bukanlah seorang narsisme. Seperti saya, ia orang yang pintar dan kreatif:-( Ia sadar betul memanfaatkan kekuatan situs atau blog pribadi untuk meraih simpati calon pemilih. Jadi, jangan sungkan memanfatkan blog seperti sohib saya si Barack itu:-D

Secara terminologi, narsis atau narsisme adalah sebutan untuk orang yang senang membangga-banggakan diri, orang yang senang memuji-muji kehebatannya sendiri, blablabla.. Sialnya, para blogger sering dikait-kaitkan dengan predikat ini. Mereka dianggap sebagai orang-orang yang narsis. Ringkasnya, blog sering dikonotasikan sebagai media orang-orang narsis. Sadis yah!?

Padahal Barack Obama, di luar kemampuannya memikat calon pemilih yang amat rasional di dunia nyata, telah membuktikan sendiri kehebatan menjadi seorang blogger. Melalui situs pribadinya, Obama mampu mendulang simpati lebih banyak dari pesaingnya, Hillary Clinton, pada saat konvensi partai (lihat situs www.barackobama.com atau www.my.barackobama.com).

Selain Obama, tokoh lain yang memanfaatkan blog untuk kampanye adalah Presiden Perancis Nicolas Sarkozy. Lalu ada Perdana Menteri China When Jiabou, yang tidak cukup terkenal di dunia nyata (lokal) namun begitu populer di dunia maya (global). Sama dengan Obama, kedua tokoh ini tidak harus malu menyatakan diri sebagai blogger yang mengelola dan memelihara situs pribadinya secara rutin. Mereka juga tidak sungkan memajang foto-foto koleksi pribadi di Facebook dan menjawab testi-testi dari para pengunjung.

Selain kemampuan menarik simpati di dunia nyata, dampak memiliki blog ternyata sangat luar biasa. Sebagai contoh, sebuah artikel yang ditulis Pepih Nugraha di Harian Kompas belum lama ini menyebut, pada 6 Juni 2008, pendukung Obama di Facebook baru 864.832 netter. Belum sampai dua minggu, pendukungnya sudah 1 juta! Demikian pula di Twitter, pada 17 Juni pendukungnya 998.901, yang apabila dihitung-hitung ada 135 pendukung baru setiap 20 menitnya.

Berkah nge-blog juga dialami Wen Jiabou. Berkat usahanya mengkapling ”ruangan” di Facebook, plus berkat kepedulian dan kehadirannya mengunjungi korban gempa bumi Sichuan, popularitasnya sebagai politisi meningkat dengan menduduki 10 besar politisi dunia. Meski tidak sefantastis Obama di urutan pertama yang menggaet lebih dari 1 juta pendukung, Wen didukung 20.136 netter.

Di negeri sendiri, fenomena figur masyarakat nge-blog juga sudah mulai terlihat, meski persentasenya sangat kecil. Tercatat artis Sandra Dewi yang baru-baru ini meluncurkan blog pribadi, lalu ada Menteri Pertahanan Juwono Sudarsono dan politisi yang juga berlatar belakang artis, Angelina Sondakh, yang sudah sejak lama memiliki situs pribadi.

Jadi, sangat naif bila masih ada anggapan yang mengatakan blog adalah medianya orang-orang narsissshhh...

Selasa, 20 Mei 2008

From ‘Singgefou’ To Minangkabau


Pesawat 'Delay' dan Kelalaian Karena Belanja

Dengan memanfaatkan fasilitas wireless gratis yang disediakan pihak hotel, saya buka juga blog kesayangan yang sudah lama tidak di-posting ini…

Pagi ini, saya dan teman-teman kantor, plus bos rupanya, tiba di Bandara Internasional Minangkabau sekitar pukul setengah sepuluh. Dari Bandara Soekarno Hatta, sebenarnya kami berangkat dengan penerbangan pertama Garuda pukul 06.05 WIB, namun pesawat delay hingga satu jam lamanya. Oya, kami datang ke Minangkabau untuk keperluan pekerjaan. Selebihnya, biasa, jalan-jalan hehe…

Saat menulis catatan ini, saya sedang duduk sendiri di Lobi Hotel Pangeran Beach, Kota Padang, tempat kami rencananya menginap sampai hari Minggu, 25 Mei 2008. Di lobi hotel, tadinya saya berdua teman saya Agung, yang asyik menjeprat-jepret obyek yang tak jelas. Tapi kemudian dia memutuskan untuk istirahat di kamar. Payah emang dia:-P.

Sepeninggal teman saya itu, saya bingung apa yang harus saya lakukan, sementara untuk istirahat di kamar hotel saya sungkan:-(. Saya juga sudah sempat buka-buka email melalui laptop yang saya bawa dari kantor. Dengan memanfaatkan fasilitas wireless gratis yang disediakan pihak hotel, saya buka juga blog kesayangan yang sudah lama tidak diposting ini. Akhirnya saya putuskan untuk menulis artikel untuk blog sajalah. Lagian saya ingat komplen beberapa teman saya soal blog saya yang belakangan jarang diposting artikel baru. Hehe rupanya masih ada juga yang care sama blog saya ini:-)

Tapi apa yah yang akan saya tulis? Soal Ranah Minang nan Rancak Bana? Wah belum banyak yang saya ketahui karena hari-hari yang kami lewati di sini juga belum banyak. Belum banyak cerita untuk diceritakan selain masakan Ikan Bakar di sebuah restoran lesehan, di salah satu sudut kota yang kami cicipi tadi siang. Belum banyak. Jadi saya belum bisa bercerita banyak tentang nagari yang indah ini.

Paling saya mau menyentil sedikit soal lawatan kami, ciee,,, saya dan teman-teman kantor maksudnya, eh, bos juga rupanya, beberapa hari lalu ke Negeri Singa Air Putih, Singapura.

Sebenarnya, sebelum tiba di Kota Padang ini, kami pun juga ada pekerjaan kantor di Batam, Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) selama enam hari dari tanggal 11-16 Mei 2008. Di Batam kami menginap di Hotel Holiday Inn di daerah Marina pesisir. Oya, jauh sebelumnya, teman-teman sudah kasak-kusuk untuk memanfaatkan kesempatan tersebut untuk juga mengunjungi Singapura yang dari Kota Batam tinggal menyebrang naek fery. Ah sudahlah, tak ada salahnya juga saya sesekali berleye-leye mencicipi negara tetangga hehe…

Jumat pagi, 16 Mei 2008, kami akhirnya menyebrang dari Pelabuhan Batam Centre ke Pelabuhan Harbourfront Singapura. Perjalanan menggunakan fery menempuh waktu sekitar 50 menit. Untuk menyebrang setiap orang harus membeli karcis seharga Rp90 ribu, dan pajak fiscal Rp500 ribu per orang.

Dari Harbourfront, yang terhubung dengan stasiun kereta api bawah tanah yang supercanggih itu, kami menuju Orchard Road, yang merupakan salah satu tempat teramai di kota transit ini. Atas saran seorang teman, kami memutuskan menginap di Apartemen Lucky Plaza di Orchard, yang kebetulan bersebelahan dengan Mount Elizabeth Hospital.

Oya, rupanya salah satu apartemen yang kami sewa, dikelola orang Indonesia yang berasal dari Pontianak. Apartemen di sini juga banyak yang disulap menjadi kamar seperti kost-kostan yang disewakan murah-meriah bagi turis berkantong seadanya seperti kami:-) ini. Kami mengambil empat kamar yang satu kamarnya seharga Sing. $60 atau sekitar Rp420.000 per malam.

Keesokan harinya, Sabtu 17 Mei 2008, tentunya setelah puas berkeliling dan belanja di Takasimaya, Bugis Junction, dan entah apalagi nama toko dan mal yang sudah kami jelajahi, serta Lucky Plaza tentunya, kami kembali ke Pulau Batam untuk mengejar penerbangan Garuda pukul 16.05 WIB. Tapi karena kelalaian sendiri, karena terlalu asyik belanja bareng ibu-ibu itu, kami harus mengundurkan kepulangan kami hingga keesokan harinya dari Bandara Internasional Hang Nadim Batam hoho…

Huh, sangat menyesal kami tidak sempat mengunjungi Patung Singa Air Marlion, di daerah City Hall, yang merupakan lambang dari negeri Lee Kuan Yew ini. Ini semua, setidaknya, gara-gara ibu-ibu yang keukeh lebih mementingkan urusan belanja ketimbang mengunjungi tempat-tempat eksotik di sana.

Makanya bu, kalau belanja inga-inga dong. Lagian ngapain jauh-jauh belanja mahal-mahal ke sana toh di Mangga Dua dan Tanah Abang jauh lebih murah. Dan itung-itung cinta produk dalam negeri yah nggak?

Yo weslah. Hari ini, Selasa, 20 Mei 2008, tepat dua hari setelah lawatan kami ke Batam-Singapura-Jakarta, dan kami sudah berada di Nagari Minangkabau. Dan teman saya si Agung itu, yang tadinya dia sudah turun dari kamar ketika artikel ini baru setengah jadi, eh dia sudah masuk ke kamar hotel lagi. Katanya dia mau pergi keliling Kota Padang naik angkot, tapi ia mau ganti celana pendek dulu katanya. Mungkin biar dikira turis beneran kali:-D

Senin, 17 Maret 2008

Film Ayat Ayat Cinta


Si Ucok pun Tak Tahan untuk Tidak Menangis

Pada saat ke Bogor seminggu sebelumnya, saya janjian ketemu seseorang di Bogor Trade Mall untuk nonton Ayat Ayat Cinta (AAC). Namun sayang tiket pada jam pertunjukan yang kami inginkan telah habis terjual sehingga hari itu kami urung nonton.

Sabtu pagi tanggal 15 Maret 2008. Saya dan sohib baru saya, Mifta Pohan alias si Ucok, bertemu seorang sahabat yang saya kenal ketika saya masih bekerja di dunia infotainment. Sahabat saya ini, seorang reporter, bernama Barata. Kami menemuinya untuk sebuah urusan di kantornya, Indigo, di daerah Cilandak, Jakarta Selatan.

Sehabis bertamu ke Kantor Indigo, rupanya si Ucok (yang juga merupakan adik kandung artis Annisa Pohan itu), benar-benar menepati janjinya mengajak saya nonton AAC yang diangkat dari novel fenomenal berjudul sama karya Ust. Habiburrahman El Shirazy. Setelah menimbang-nimbang, si Ucok memutuskan mengarahkan kemudinya ke Pondok Indah Mall (PIM) 1. Sebagai orang yang diajak, saya mah nurut aja ateuh

Singkat kata, sehabis makan di salah satu restoran PIM 1, kami nonton AAC pada jam pertunjukan 14.00 WIB. Luar biasa, setelah sekitar dua minggu diputar serentak di seluruh bioskop Indonesia jaringan 21, penonton AAC tetap saja berjubel! Untung kami sudah pesan tiket satu jam sebelum pertunjukan dimulai, sehingga kami tidak perlu bersusah payah antri seperti yang lain. Hmm

Oya, setelah sebelumnya tuntas membaca novel AAC, saya memang kurang begitu yakin versi layar lebarnya akan sebagus novelnya. Dari kacamata seorang yang awam di dunia perfilman, saya memiliki beberapa catatan khusus soal film ini. Mudah-mudahan bisa menjadi masukan bagi pihak yang terkait (produser, penulis skenario, sutradara dll.) yang kabarnya juga bakal mengulang kesuksesan film AAC dengan mengangkat cerita dari novel-novel karya Kang Abik lainnya.

Pertama, menurut saya, film berdurasi sekitar 120 menit ini terlalu mengedepankan romantisme hubungan pria-wanita (meski dibingkai dalam perspektif etika pergaulan dan poligami dalam Islam), ketimbang mengeskplorasi tema lain seperti indahnya toleransi yang diajarkan dalam Islam, yang di dalam novel digambarkan hubungan bertetangga antara Fahri Cs. dan keluarga Maria Girgis yang menganut Kristen Koptik. Dalam film, saya tidak melihat adegan-adegan saat Fahri Cs. (sebelum Fahri menikah dengan Aisha), diajak makan bersama keluarga Maria di sebuah restoran elit di Mesir. Saya juga tidak melihat fragmen saat Fahri memberi kejutan berupa kado ultah kepada Madam Nahed (ibunya Maria), dan Yousef (adik Maria) sebagai bentuk toleransi yang ditunjukkan Fahri. Tadinya saya berharap ada adegan yang menggambarkan betapa senangnya Madam Nahed saat mendapat surprise dari Fahri.

Bila saja pembuat film ini jeli, menurut saya fragmen seperti ini sangat penting ditampilkan untuk menambah kekuatan cerita. Ini juga menjadi benang merah yang menjadi alasan dan jawaban penonton mengapa Madam Nahed alias si Nyonya Boutros harus rela dan tanpa keragu-raguan menerima Fahri sebagai menantunya, meskipun niat Fahri memperistri Maria semata-mata untuk menuruti keinginan istrinya, Aisha dan untuk menolong Maria dari kondisi komanya (disamping untuk menyelamatkan Fahri dari tuduhan pemerkosaan oleh Noura). Pembuat film nyatanya lebih tertarik menitikberatkan bentuk toleransi Fahri kepada Maria secara individu, bukan kepada keluarganya secara keseluruhan.

Kedua, saya kurang begitu sreg dengan pilihan yang jatuh pada Zaskia Adya Mecca yang memerankan Noura, si gadis teraniaya anak si Muka Dingin Bahadur. Bukan karena akting Zaskia, tapi lebih karena kurang matching-nya wajah dan karakter seorang Zaskia dengan karakter seorang Noura yang bengis dan pendendam. Seharusnya pembuat film ini bisa menggiring emosi penonton untuk membenci karakter Noura. Tapi karena si imut Zaskia yang memerankan Noura, agaknya penonton seperti saya agak susah untuk memiliki perasaan seperti itu. Jadi intinya, tampang Zaskia yang imut dan sangat Melayu itu tidak cocok memerankan Noura yang berdarah Arab dan memiliki sifat bengis. Saya lebih sreg kalau Zaskia memerankan tokoh Nurul (diperankan Melanie Putria), si gadis patah hati anak pemilik salah satu pesantren dari Indonesia.

Di luar itu, saya pikir secara keseluruhan film ini sudah lumayan bagus. AAC adalah film yang menurut saya paling berbobot dibanding film-film Indonesia lainnya yang pernah saya tonton. Tema poligami dan romantisme hubungan pria-wanita (dalam perspektif Islam) yang menjadi daya tarik utama film ini, begitu indah ditampilkan secara visual oleh sang sutradara Hanung Bramantyo. Meski katanya, dari sisi pengambilan gambar hampir seluruhnya tidak dilakukan di Mesir. Begitu pula dengan pesan (message) keislamannya, disampaikan sangat wajar dan terkesan tidak dipaksakan. Seperti adegan saat Maria, si Gadis Koptik yang Aneh, membacakan surah Mariyam di hadapan Fahri dalam sebuah bus, adegan pembelaan yang dilakukan Fahri kepada Alicia dan Aisha di dalam metro, atau adegan tallaqi Fahri kepada Syaikh Utsman Abdul Fattah.

Jarang sebuah film bisa menghipnotis seseorang hingga berderai-derai seperti yang terjadi pada sohib saya si Ucok Pohan. Sehabis nonton si Ucok mengaku kepada saya dari mulai pertengahan film (saat Maria dan Nurul digambarkan tercabik-cabik perasaannya mengetahui Fahri menikah dengan Aisha, lalu serangkaian tuduhan keji yang dialamatkan kepada Fahri, atau saat Maria di ujung hayatnya meminta menjadi makmum bersama Aisha yang diimami sang suami Fahri, hingga antiklimaks saat Fahri bahagia bersama Aisha), si Ucok mengaku ia tak kuasa menitikkan airmata! Apalagi manakala kejadian-kejadian menyayat hati itu diiringi lantunan nan syahdu penyanyi Rossa dari album Ayat Ayat Cinta, atau suara serak Ust. Jeffry Al Buchori yang menyenandungkan Istighfar. Hehe tak sangka saya, si Ucok yang berbadan tinggi besar dan bermuka agak sedikit garang itu, luluh juga hatinya menonton film ini:-P. Cok, cok, cemen kali kau!

Saya sendiri? Hehe meski tak separah si Ucok rasanya sulit melupakan begitu saja esensi dari film ini. Kalau saja saya dalam posisi Fahri, saya juga rasanya sulit menolak dua hati seperti Aisha dan Maria:-P. Yang jelas, semisal saya dalam posisi Fahri yah, saya akan belajar dan berusaha untuk mendekati adil, meski kata si Saiful, teman satu kostnya Fahri, sangat tidak mungkin menerapkan konsep adil dalam perkara poligami:-). Wallahualam.

Senin, 10 Maret 2008

Betapa Susah Jadi Orang Susah


Bogor-Jakarta yang Tak Terlupakan

Duh, lama nian daku tak mem-posting artikel baru. Maklum, bukan karena nggak nemu internet tapi karena rutinitas kerjaan yang begitu menyita waktu. Satu lagi, karena belakangan ini saya lagi gandrung main game komputer war-war-an. Jadi waktu untuk menulis di blog agak sedikit terabaikan. Duileehh,,,

Sekarang baru ada sedikit waktu untuk menulis di blog lagi. Mungkin karena momen yang akan saya utarakan di sini agak sedikit menyebalkan, jadi terasa sayang untuk dilewatkan begitu saja. Sebuah pengalaman yang terjadi pagi tadi, di atas KRL “Economy Class” jurusan Bogor-Jakarta yang membuat hatiku luluhlantak.

Begini ceritanya. Libur kantor selama 3 hari (Jumat, Sabtu dan Minggu) alias long nice weekend kemarin, saya manfaatkan berkunjung ke rumah seorang kerabat di daerah Leuwiliang, Bogor. Singkat kata, tiba waktu pulang. Senin pagi, sehabis subuh, saya sudah pamitan dengan tuan rumah untuk kembali ke Jakarta. Di St. Bogor saya nyampai sekitar pukul 06.45 WIB.

Setelah membeli karcis seharga Rp2.500,- dan (juga) setelah sempat mencicipi sepiring nasi goreng pinggiran, saya putuskan untuk naik salah satu KRL yang lagi ‘ngetem’. Sial, KRL yang saya naiki ternyata ada gangguan teknis. Kelihatannya ada sedikit gangguan di sistem pelistrikannya. Melihat gelagat akan ada pemunduran jadwal keberangkatan, saya putuskan untuk pindah ke KRL lain.

Oya, KRL dari Bogor tujuan Jakarta memiliki dua rute. Satu ke St. Tanah Abang dan satunya lagi ke St. Beos Kota. Sementara tujuan saya St. Kalibata. Dua rute KRL ini pasti akan melewati St. Kalibata karena perpecahan rute akan terjadi di St. Manggarai (sebelum St. Kalibata). Jadi tak masalah KRL manapun yang saya naiki pastilah melewati tujuan saya.

Tapi alamak, seperti halnya KRL pertama yang urung saya tumpangi, KRL kedua juga disesaki penumpang! Cepe deh! Dalam hati saya membatin; alamat di pemberhentian berikutnya penumpang senasib sepenanggungan akan semakin bertambah. Dan benar saja, saat KRL telah melaju dan singgah di beberapa stasiun, penumpang bukannya surut, malah tambah berjubel. Bayangkan satu gerbong yang kapasitas maksimalnya sekitar 120 penumpang diisi sekitar 700-an lebih penumpang!

Jadilah perjalanan Bogor-Jakarta hari ini terasa begitu panjang dan melelahkan. Waktu tempuh yang hanya sekitar 45 menit serasa seperti perjalanan seharian. Riweh. Sesak. Seperti kelelep, teriak seorang penumpang di dalam sana. Kasihan bapak-bapak, ibu-ibu renta dan penumpang wanita (untung tak terlihat yang bawa anak-anak). Mereka harus berjuang lebih keras untuk bertahan hingga stasiun tujuan.

Di tengah suasana dimana oksigen menjadi ‘barang’ yang sedikit berkurang kualitasnya, ada-ada saja ulah beberapa penumpang yang agak konyol. Celetukan dan banyolan mereka di tengah suasana yang bak berada di dalam kaleng Sardinces itu, bagi saya agak sedikit menghibur. Apalagi saat melihat seorang pria latah dikerjain habis-habisan oleh teman-temannya. Tapi kasihan juga sih, mukanya jadi pucat pasi setengah matang karena kelelahan. Persis kayak ikan kaleng Sardinces benaran. “Hormaaat graaaakkkkkk!” pekiknya saat teman disebelahnya melatahi dengan ucapan lain. Hehe yang lain pada mesem-mesem capek melihatnya. Siapa suruh jadi orang latah!

Tiba-tiba persis di depan saya seorang bapak-bapak berusia sekitar 40 tahun berteriak kehilangan HP. Suasana pun bertambah riuh. Teman si Bapak mencoba untuk miscall tapi tidak ada nada tunggu. Yah bapak, kenapa juga nggak ati-ati udah tau keadaan lagi kacau... Si bapak lalu berujar pendek yang sayup kudengar; ikhlas, ikhlas dah saya… Persis kejadian yang saya alami belum lama ini.

Hhh…akhirnya. Setelah berjibaku hampir 45 menit di dalam KRL yang penuh sesak, saya pun tiba di stasiun tujuan. Lega rasanya meski kaki sebelah kiri saya agak sedikit lunglai dan sakit akibat berdesak-desakan. Satu hal yang ingin saya sampaikan kepada pihak pengelola jasa perkeretaapian, tolonglah benahi persoalan seperti ini. Tolong dijaga agar muatan tidak melebihi kapasitas, ya Pak. Kasihan orang susah tambah susah!

Jumat, 15 Februari 2008

Valentine is Bad Day


Tetap Waspada di Manapun Kau Berada

Valentine Days, bagi banyak orang mungkin hari yang penuh makna dan suka-cita. Bagi saya sebaliknya. Atau mungkin saya yang terlalu subyektif yah? Entahlah, pokoknya hari dimana banyak orang merayakannya sebagai hari kasih sayang itu, saya justru ditimpa kemalangan. Kesian deh eloh...

Pengalaman buruk saya ini mungkin bisa dijadikan pelajaran bagi para pembaca. Terlebih bagi mereka yang tinggal, beraktifitas, atau akan bepergian ke kota besar seperti Jakarta. Tetaplah waspada akan orang-orang di sekitar anda (di bis kota, angkot, kapal, kereta, pasar, terminal dll.). Jangan mudah percaya dengan wajah yang ramah dan cantik sekalipun. Siapa tahu dibalik itu tersimpan akal-bulus yang bakal merugikan kita.

Cukup saya saja yang mengalami dan terpaksa harus mengatakan: “Valentine is bad day!” Tapi untuk valentine tahun ini saja yah… Tahun depan saya yakin Tuhan akan melipat-gandakan kasih sayangnya untuk saya dan juga buat kita semua. Amin.

Begini ceritanya. Kamis (pagi) kemarin, atau bertepatan dengan hari dimana orang-orang mengenalnya dengan istilah valentine, saya dan seorang rekan mendapat tugas kantor ke luar kota. Tujuan saya kali ini adalah Kota Bogor. Untuk menghemat waktu dan ongkos, dari Jakarta saya memilih naik KRL Ekonomi. Dari Stasiun Kalibata, sebelum meneruskan perjalanan ke Bogor, saya harus bertemu rekan saya dulu di Stasiun Lenteng Agung.

Dari rumah saya tidak memiliki firasat apa pun. Yang saya rasakan justru hari itu saya tidak begitu bersemangat dan juga tidak begitu konsentrasi. Mungkin keadaan saya yang seperti inilah yang dibaca dan dimanfaatkan orang. Padahal KRL yang saya tumpangi pagi itu tidak begitu penuh sesak, meski saya juga tidak kebagian tempat duduk.

Saya baru menyadari telah kehilangan sesuatu ketika saya sudah turun dari kereta dan telah menjejakkan kaki di Stasiun Lenteng Agung. Seperti air terjun, seketika luruh hati saya mendapati HP yang saya taroh di dalam mini bag dan dikaitkan di ikat pinggang celana bagian depan, telah raib entah kemana!

Wasalam, begitulah yang terjadi. HP kesayangan saya merk Sony Ericsson K610i yang saya beli lebih dari setahun yang lalu itu, benar-benar telah berpindah tangan. Sedikit saya menyesali diri akibat keteledoran saya. Andai waktu bisa berbalik sepersekian menit saja, mungkin saya bisa memperbaiki keadaan yang tidak menguntungkan ini. Tapi mana mungkin waktu bisa di-rewind seperti memutar kaset rekaman. Ah, tidak mungkinlah itu.

Lets bygone be bygone, yang lalu biar berlalu. Kata orang Betawi barang udah ilang apa mo dikate. Yang ilang kagak usah disesali tapi harus dijadiin pelajaran supaya lebih ati-ati, nyok!

Keesokan harinya saya lekas-lekas mem-blokir nomor saya di Grafari Telkomsel, Jalan Jendral Gatot Subroto, Jakarta. Keinginan saya cuma satu; menyelamatkan nomor saya yang sudah saya gunakan hampir 2 tahun dan, satu lagi, saya ingin cepat-cepat membuang kenangan yang tidak begitu baik di hari valentine tahun ini.

Rabu, 13 Februari 2008

Ririn Dwi Ariyanti


“Manusia Jangan Egois”

Kata Ririn, mengapa sering terjadi banjir karena manusia suka menyepelekan alam. Kita harusnya menyayangi alam karena alam nggak bisa didaur ulang. Banjir terjadi terus, jadi manusia nggak boleh egois hanya memikirkan kehidupan sekarang. Pikirkan untuk beberapa tahun ke depan, untuk alam yang bisa dinikmati oleh generasi-generasi mendatang.

Sore itu, langit di Timur Jakarta begitu bersahabat. Seraut wajah cantik khas Melayu terlihat sedang diwawancarai awak infotainment. Seperti biasa, ia begitu bersemangat dengan bibir yang tak henti-hentinya mengembang. Di luar sana, puluhan penggemarnya dengan setia menunggui dara kelahiran Jakarta, 6 November 1985 yang hari itu sedang syuting sebuah sinetron.

Usai diwawancarai infotainment, Ririn dengan ramah menerima kami. Beberapa hari sebelumnya, Ririn memang telah berjanji bertemu di sebuah rumah mewah di daerah Pondok Kelapa, Jakarta Timur, yang dijadikan tempat syuting sinetron berjudul Cahaya. Seperti seorang sahabat yang telah lama tak bersua, Ririn dengan antusias menjawab pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan kepadanya.

Kata sarjana Ilmu Komunikasi Universitas Paramadina yang baru lulus November 2007 ini, air adalah kebutuhan primer yang sama besar artinya dengan nafas kita. Manusia tanpa air mustahil bisa hidup. Air adalah kebutuhan yang sangat penting. Kita minum dan membersihkan diri dengan air. Jadi, kata artis muda yang bermain bagus dalam beberapa sinetron seperti Ada Apa dengan Cinta, Bukan Diriku, Cincin dan Impian Cinderella ini, sudah selayaknya bila kita menghargai keberadaan air dengan sebaik-baiknya.

“Kita harus menjaga air dari pencemaran. Karena kalau kita nggak bisa dapetin air yang bagus, dampaknya mempengaruhi kesehatan kita banget. Kalau air yang nggak bagus itu, baju warna putih kalau diucuci bisa berubah kuning lama-lama. Terus untuk diminum bau, kalau dimasak yah nggak sehat. Akhirnya bisa jadi penyakit buat tubuh kita. Makanya air harus kita jaga dari pencemaran,” cerocos Ririn.

Cara yang paling gampang untuk menjauhkan air dari pencemaran, adalah dengan tidak membuang sampah sembarangan. Setiap orang, kata dara yang mengaku setiap hari bisa minum sampai 3 liter air ini, pasti bisa melakukannya asalkan ada kesadaran.

“Kesadaran dari diri kita sendiri itu sangat penting. Contohnya ayah saya paling marah kalau lihat anaknya buang sampah sembarangan. Saat lagi di mobil misalnya, nggak usah buang sampah di dalam mobil. Nanti kalau sudah sampai di rumah baru dibuang di tempat yang benar. Ini saja sudah sangat membantu menjaga keseimbangan alam kok,” ujar bungsu dari 2 bersaudara pasangan Amelia Rusanti dan Sudirman Riantonoto.

Tak terasa sudah lebih 15 menit kami berbincang santai di sela-sela break syuting pemeran Talita di sinetron Cahaya ini. Yang menyenangkan raut mantan kekasih Benny Mulya ini tidak berubah seperti di awal-awal wawancara. Ia tetap ceria dan murah senyum. Dan, keceriaannya itu kontan bertambah tatkala saya memintanya berpose di depan kamera.

“Pokoknya saya berharap PDAM bisa terus meningkatkan pelayanannya untuk masyarakat. Kalau bisa sih air yang diproduksi bisa langsung diminum, meskipun untuk mewujudkan ini sepertinya butuh waktu yang lama. Mudah-mudahan saja hal ini bisa diwujudkan. Kalau itu sudah bisa terealisasi yang senang kan masyarakat juga, dan itu untuk kesehatan juga,” imbuh Ririn. Ya deh...

Pondok Kelapa, Kamis, 31 Januari 2008

Zili, Rosa Hilda dan si Ucok Pohan, yang terakhir adalah pemrakarsa sekaligus penggemar berat si Ririn:-P

Senin, 11 Februari 2008

Sriwijaya FC Ukir Sejarah Baru


Raih ‘Double Winner’ Liga Indonesia

Setelah cukup lama tidak mem-posting artikel baru--karena kesibukan di sana-sini--saya tentunya tidak ingin melewatkan satu kesempatan langka untuk turut ber-eufhoria. Sekedar ikut merayakan kemenangan tim idola saya; Sriwijaya FC Laskar Wong Kito Galo! :-P

Lupakan sebentar carut-marut dunia persepakbolaan kita di bawah naungan PSSI, lupakan soal keributan-keributan para suporter bola yang kerap terjadi, lupakan soal sepinya prestasi pemain lokal yang berkualitas, lupakan soal prestasi timnas kita yang tidak cukup membanggakan, dan lupakan soal kegamangan kita menatap masa depan persepakbolaan tanah air. Pokoknya lupakan dulu yang sedih-sedih deh:-D

Sebagai warga Sumsel di perantauan, tak usah diragukan lagi saya adalah salah seorang yang turut berbahagia dan bangga atas kemenangan Sriwijaya FC versus PSMS dengan skor 3-1 yang digelar Minggu malam, 10 Februari 2008 di Stadion Jalak Harupat Kabupaten Bandung. Kemenangan ini dicatat sebagai sejarah baru di blantika persepakbolaan tanah air sebuah tim mampu mengawinkan (double winner) Copa Indonesia dan Liga Indonesia dalam satu musim! Hebat yah…

Selain saya dan warga Sumsel lainnya, para pemain dan official, tentunya ada dua orang yang paling berbahagia atas kemenangan tim berjuluk ‘Laskar Wong Kito’ ini. Yang pertama, siapa lagi kalau bukan sang arsitek Rahmat Darmawan. Di bawah kepemimpinan pelatih yang menjadi kandidat kuat pelatih timnas pengganti Ivan Kolev ini, Sriwijaya FC yang baru berusia 3 tahun mampu menjadi tim terbaik di Indonesia.

Kedua, siapa lagi kalau bukan Gubernur Sumsel Syahrial Oesman. Di televisi terlihat Pak Syahrial tak henti-hentinya mengumbar senyum sembari mengangkat Piala Liga Djarum Indonesia. Terlepas dari ketidakjelasan berapa besar uang rakyat (yang diambil dari APBD) yang sudah tersedot untuk mengorbitkan Sriwijaya FC, tak bisa dipungkiri dengan kemenangan ini Pak Syahrial telah membuat warga Sumsel terhibur dan bangga memiliki tim sekuat Sriwijaya FC. Ini merupakan credit point tersendiri bagi yang bersangkutan menjelang Pilkada Sumsel yang rencananya bakal digelar November 2008. “Sukses untuk Pak Syahrial!”

Di luar eufhoria kemenangan tim kuning Sriwijaya FC, ada hal yang patut dicatat dari sosok pelatih PSMS Freddy Mulli saat mengomentari kemenangan tim lawan. Saat diwawancarai Anteve secara on the spot usai laga yang mendebarkan itu, Freddy dengan sportif mengakui keunggulan Sriwijaya FC. Bak seorang pujangga Freddy mengatakan kalimat yang begitu dalam secara makna, “Yang terindah itulah juara.”

Bravo Sriwijaya FC! Bravo dunia sepakbola tanah air! Bravo untuk saya sendiri hehehe…

Sabtu, 02 Februari 2008

Banjir Lagi, MPDT Aje Bang Fauzi…


Hujan yang mengguyur Jakarta dan Bogor dua hari belakangan ini, praktis membuat sebagian besar wilayah ibu kota lumpuh. Di mana-mana lalu-lintas mandek. Air menggenang di jalanan bahkan di rumah-rumah penduduk, menambah pilu warga ibu kota yang baru saja lepas dari masalah serupa seminggu sebelumnya. Duh, ibu kota…

Kondisi ibu kota yang sebagian besar lumpuh dan semrawut akibat banjir, kontan membuat sebuah harian nasional menggerutu. Dalam editorialnya, harian tersebut (Media Indonesia edisi Sabtu, 2 Februari 2008) menyebut kondisi ini sudah memasuki tahap memalukan negara. “Malu memiliki ibu kota negara yang bukan hanya mengalami macet dan semrawut, tetapi juga tiap kali musim hujan datang berubah menjadi sungai dan waduk.”

Sangat beralasan apa yang dikemukakan sebagian besar media kita. Apalagi bila melihat simbol-simbol sebuah bangsa seperti bandara internasional mendadak harus berhenti beroperasi. Seperti yang terjadi Jumat kemarin, Bandara Internasional Soekarno-Hatta ditutup akibat banjir. Tak hanya itu, areal istana negara yang konon, selama ini bebas banjir juga tak luput dari genangan air setinggi 1 meter.

Pertanyaannya adalah mengapa kondisi ini tidak juga bisa diatasi? Mengapa kita semua (yah masyarakat, juga pemerintah dan DPR) tidak pernah belajar dari masa lalu dan dari negara lain? Padahal banyak orang pintar di negara kita? Tapi percuma juga sih kalau kita tidak punya kesadaran dan komitmen untuk keluar dari kondisi ini. Waduh!

Terlepas dari solusi mengatasi banjir dengan membangun Banjir Kanal Timur dan Kanal Barat, yang belum juga terealisasi akibat terbentur masalah pembebasan lahan, pemerintah sebenarnya sudah tahu ada solusi lain dan sangat brilian untuk mengatasi persoalan multi-kompleks ibu kota. Solusi itu adalah dengan membangun dan mengimplementasikan konsep pengelolaan sumberdaya air perkotaan secara terpadu atau bahasa kampung saya Integrated Urban Water Resources Management (IUWRM):-P

Dalam sebuah wawancara khusus saya dengan salah seorang penggagas konsep ini (Dr. Ir. Firdaus Ali, M.Sc) di kampus UI Depok belum lama ini, Firdaus mengemukakan perihal metode ini. Menurut dosen FT-UI ini, salah satu solusi yang pada dasarnya tidak terkendala pembebasan lahan adalah dengan membangun suatu sistem terowongan bawah tanah multi-guna (Multi Purpose Deep Tunnel atau MPDT).

Di negara-negara maju sistem terowongan bawah tanah sudah sangat familiar. Kalau anda hobi nonton film-film action barat seperti Die Hard yang dibintangi Bruce Willis, kita bisa saksikan terowongan yang dimaksud itu. Di dalam terowongan inilah beberapa obyek vital seperti saluran pipa air, gas, telepon dan listrik di tempatkan. Bahkan di dalam terowongan ini juga bisa difungsikan sarana transportasi seperli tol dan jalur kereta api. Kebayang kan kalau kita punya sistem perkotaan seperti ini?

Memang sih, menurut Firdaus Ali, biaya yang dibutuhkan untuk merealisasikan konsep ini sangat besar. Untuk membangun MPDT sejauh 22 kilometer di bawah kota Jakarta dibutuhkan investasi sebesar Rp17, 2 triliun! Toh biaya ini bukan hal yang mustahil bila selama ini kita sanggup menanggung kerugian akibat banjir yang mencapai Rp18,7 triliun dan kerugian akibat kemacetan yang mencapai Rp43 triliun.

Saya sih sepakat, pilih membangun MPDT ketimbang menanggung kerugian yang sudah jelas kita rasakan seperti selama ini. Disamping modern, kita juga bisa merasakan multimanfaat jangka panjang dalam rangka mengatasi beragama persoalan kota seperti kelangkaan air baku, kemacetan, banjir dll. Anda bagaimana?:-D

Selasa, 29 Januari 2008

Jangan Remehkan Tukang Ojek


Pejabat Manfaatkan Jasa Tukang Ojek

Ada beberapa kejadian unik di balik pemakaman Pak Harto di Astana Giri Bangun, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah, Senin kemarin. Sejumlah pejabat terlihat naik ojek menuju areal pemakaman. Mo ngirit Pak? Atau sebagai bentuk penghormatan terakhir buat Sang Jendral Besar?


Ini pemandangan yang tak biasa. Sejumlah pejabat Ring-1 seperti Andi Mallarangeng, Menteri Perhubungan Jusman Syafei Djamal, Ketua DPD Ginandjar Kartasasmita, serta Menteri Dalam Negeri Mardiyanto, Senin kemarin terlihat sedang naik ojek motor. Rupanya ini bukan karena mo ngirit atau sebagai bentuk penghormatan terakhir buat Pak Harto, atau juga malah ingin mengajarkan kepada rakyat bagaimana caranya berhemat loh. Bukan. Ini lebih karena terpaksa karena hampir seluruh akses menuju areal pemakaman macet total!

Bukan hanya di Karanganyar yang terkena macet, jalanan di Jakarta yang dilewati oleh iring-iringan mobil jenazah Pak Harto dari Cendana menuju bandara, juga mengalami kondisi serupa. Teman sekantor saya hanya bisa ngomel-ngomel karena ia harus memilih memutar naek angkot untuk menghindari macet. Hari biasa saja macetnya sudah minta ampun, apalagi dengan kondisi seperti itu. Hehe coba kalo naek ojek mungkin bisa sedikit mengurangi kemacetan yah...

Saya sendiri bersyukur karena tiap hari hampir tidak pernah dipusingkan dengan persoalan macet yang bisa bikin stres. Maklum rumah kontrakan saya dengan kantor jaraknya tak lebih dari 100 meter. Tapi yang namanya tinggal di Ibukota pasti tidak akan lepas dengan persoalan satu ini. Kalau sudah terbentur dengan kondisi ini semestinya kita sudah bisa mengantisipasi semisal pergi lebih awal atau memanfaatkan angkutan yang bisa meminimalisir macet seperti naek busway, kereta api, dan…ojek tentunya.

Oya, ngomong-ngomong soal tukang ojek dan meninggalnya Pak Harto memang seperti membincangkan langit dan bumi. Jauh sekali. Meninggalnya Pak harto tak ada urusannya dengan eksistensi tukang ojek. Tapi bagi tukang ojek di Karanganyar lain lagi. Meninggalnya Pak Harto tentu saja mengandung berkah tersendiri. Salah seorang tukang ojek bernama Sutikno mengaku selama dua jam bisa mengantongi uang jasa antar sekitar Rp 350 ribu. Rata-rata ia mengantar tamu-tamu resmi yang ikut mengantar Pak Harto ke tempat peristirahatannya yang terakhir. Wah senangnya (maksudnya para tukang ojeknya!):-P

Di akhir catatan singkat ini, saya hanya bisa mengucapkan; ‘Selamat jalan Pak Harto’ dan ‘Selamat mengantarkan Pak Harto eh, selamat mengantarkan para pelayat dengan selamat untuk para abang-abang tukang ojek’ maksudnya...

Sabtu, 26 Januari 2008

Pakis Monyet alias Pakis Kera


Tanaman Hias Eksotik nan Sensitif

Tanaman hias satu ini sungguh unik. Bentuk dan bulunya mirip monyet alias kera. Makanya nama yang disandangnya pun beragam; Pakis Monyet, Pakis Sun Go Kong, Pakis Hanoman dan Pakis Emas. Tapi ada pula yang menyebutnya Ayam Emas. Hmm...?

Saya pertama kali melihat tanaman ini, waktu berkunjung ke rumah teman di Pagar Alam, Sumatera Selatan, pertengahan Oktober 2007 lalu. Dari kejauhan saya sudah mulai tertarik dengan bentuknya yang unik seperti monyet. Sungguh saya taklah menyangka itu adalah tanaman hias! Sejenis palm berjenggot.

Setelah itu rasa tertarik saya dengan sendirinya sirna seperginya saya dari kota berhawa sejuk, Pagar Alam. Namun sekarang, saya benar-benar tidak menyangka ternyata tanaman ini sudah mulai merambah Ibukota. Peminatnya pun lumayan banyak. Kebetulan, saya punya teman yang juga tinggal di Jakarta dan berasal dari Pagar Alam. Eh ternyata teman tadi juga sudah merambah bisnis ini. Ya sudah, akhirnya saya putuskan untuk membantunya mencari pasar. Itung-itung buat nambah-nambah jajan anak:-D

Mengamati respon terhadap tanaman ini, sebuah tabloid ibukota memprediksi pakis monyet bakal menggeser eksistensi bonsai di pelataran bisnis florikultura. Salah seorang pemilik nurseri Agung Flora Jakarta yang diwawancarai mengaku harga yang ditawarkan untuk pakis monyet mencapai Rp 200 ribu hingga Rp 300 ribu untuk yang berdiameter 17 cm. Sedangkan untuk ukuran diameter 24 cm dibandrol Rp 350 ribu hingga Rp 400 ribu. Pemilik nurseri ini mengaku, hampir tiap hari mampu menjual 4-6 pot pakis monyet.

Di ajang pameran, konon pakis monyet sempat mengguncang pasar loh. Ini mungkin karena bentuknya yang aneh dan jarang dijumpai di Indonesia. Hanya yang dikhawatirkan para penjual, importir tanaman dari Thailand ikut bermain untuk mematikan pasar tanaman nan unik ini. Oya, hampir sebagian besar pakis monyet yang sekarang beredar di Ibukota ternyata berasal dari Pagar Alam, Sumatera Selatan.

Asal usul pakis monyet

Di balik keunikannya, ternyata spesies ini juga mengandung nilai historis. Menurut beberapa sumber, tanaman pakis monyet ini berasal dari negeri Tiongkok. Sebelumnya, tanaman ini telah populer dengan nama Golden Chicken (ayam emas). Ada pula yang menyebutnya Pakis Emas, Pakis Sun Go Khong (itu loh tokoh kera dalam cerita klasik Cina) atau Pakis Hanoman, tokoh kera dalam kisah Ramayana.

Masih dari cerita yang beredar, di negeri rumpun bambu pakis monyet biasa terlihat dan ditanam di dalam permukiman atau tempat tinggal orang terpandang di zaman kerajaan atau pejabat-pejabat zaman dulu. Bahkan ia ditanam di sekitar luasnya area ruang balairung kerajaan di zaman Tiongkok kuno.

Karena mungkin sempat tenggelam ditelan zaman atau bisa jadi mulai langka peredarannya, tanaman ini dianggap antik. Dan di zaman modern ini, pakis monyet kembali muncul, sehingga tak heran bila kolektor berburu tanaman unik ini untuk diletakkan di dalam tempat tinggal mewah. Sebab, tanaman ini memang cocok ditaruh di dalam ruangan. Itu sesuai dengan proses perkembang-biakannya sebagai tanaman in-door.

Tanaman so sensitif

Tanaman ini ternyata seperti memiliki perasaan saja yah. Ia ternyata sangat sensitif seperti anak perempuan:-P. Sesuai anjuran, tanaman ini harus disediakan tempat yang teduh. Bila tidak, maka pertumbuhannya makin melambat. Terkena air pun juga dilarang, karena jika kadar airnya terlalu banyak, maka akan busuk. Pakis monyet sebaiknya diletakkan di tempat teduh.

Cara penyiramannya dengan merendamkan tanaman di atas media yang sudah diberi air. Itu dilakukan untuk menghindari daun pakis monyet agar tidak cepat rusak. Kalau panas berlebih pun, maka akan memperlambat tumbuhnya daun. Tanaman ini akan tampak lebih eksotik bila ketinggiannya telah mencapai lebih dari 50 cm. (Dikutip sebagian dari Tabloid Galeri)

jual pakis monyet jual pakis kera jual pakis hanoman jual pakis emas...

Kamis, 24 Januari 2008

Polemik di Balik Sakitnya Pak Harto


Seberapa Perlu Memaafkan Beliau?

Berita mengenai sakitnya mantan Presiden Soeharto akhir-akhir ini banyak menghiasi pemberitaan di media massa. Seiring dengan itu, polemik maaf-memaafkan dan soal status hukum bagi mantan penguasa Orde Baru itu juga ikut mengemuka.

Blogger, kalau kita perhatikan media massa akhir-akhir ini, selain isu mengenai politik, bencana alam, impor kondom bekas, aliran sesat, kelangkaan minyak tanah, kenaikan harga kedelai dan kebutuhan pokok lainnya blablabla, isu lain yang tak kalah hangat dibicarakan saat ini adalah soal sakitnya Pak Harto.

Sebegitu pentingnya pembahasan mengenai sakitnya Pak Harto, hingga membuat para ‘kuli tinta’ rela menunggui rumah sakit tempat beliau dirawat sekedar mengetahui perkembangan kesehatannya. Sampai-sampai media perlu juga melakukan investigasi ke pemakaman keluarga Pak Harto di Solo, hingga mewawancarai paranormal segala. Hmm sakitnya saja sudah sebegini heboh, bagamaina kalau--misalnya--beliau meninggal yah?

Di luar sakitnya Pak Harto, kita ketahui terjadi pro dan kontra di masyarakat atas kesalahan-kesalahan yang pernah diperbuat Pak Harto semasa ia menjadi presiden. Perlukah masyarakat memaafkan beliau? Perlukan proses hukum atas ‘Bapak Pembangunan’ dilanjutkan meski beliau dalam keadaan sakit?

Secara kemanusiaan, kita tentu sepakat untuk memafkan sajalah bapak kita ini. Terlepas dari banyaknya kesalahan, kita juga tidak bisa mengabaikan begitu saja jasa-jasa beliau bagi bangsa ini. Toh berbicara dosa tentunya urusan masing-masing dengan Tuhan. Tapi kalau soal hukum saya sepakat harus diselesaikan menurut mekanisme yang berlaku. Ini sebagai pembelajaran bahwa hukum di negara ini memang tidak pandang bulu mau dia rakyat jelata atau mantan presiden sekalipun.

Jujur, secara pribadi saya sungguh sangat prihatin dengan kondisi Pak Harto. Melihat paras rentanya yang sakit-sakitan, yang dikejar-kejar oleh sorotan kamera wartawan, seperti tak pernah terbayangkan akan seperti ini saat melihat beliau berkuasa dahulu. Selama berkuasa ia seperti tak tersentuh (untouchable), gagah perkasa seolah tak mengenal kata ‘lemah tak berdaya’. Sayangnya kini beliau benar-benar menjelma bak bayi yang tak berdaya.

Ini pelajaran bagi siapa pun, terlebih bagi seorang pemimpin. Bahwa kekuasaan tidak pernah abadi. Bahwa kepemimpinan merupakan amanah yang harus kita pertanggung jawabkan. Rasulullah Saw bersabda: ”Setiap kamu adalah pemimpin dan setiap kamu akan dimintai pertanggungjawaban tentang kepemimpinanmu.” (HR. Bukhari dan Muslim). Wallahuallam.

Senin, 21 Januari 2008

“Kapan Kawin?”


Tuhan Beri Kami Kesempatan

Menikah adalah salah satu syarat sempurnanya ibadah kita kepada Allah Swt. Menikah juga bisa memperlebar jalan kita ke surga, namun juga bisa sebaliknya; memperluas jurang kita menuju neraka jahanam. Subhanallah…

Seperti jingle sebuah iklan, “Kapan kawin?” Kira-kira seperti itulah pertanyaan bernada guyonan yang dilemparkan beberapa kerabat saat saya menghadiri pernikahan adik perempuan saya tanggal 19-20 Januari 2008 kemarin, di Tebing Tinggi Kabupaten Empat Lawang. Sebuah pertanyaan yang tak sekedar basa-basi, namun menurutku mengandung sebuah perhatian yang mendalam serta doa yang tercurahkan lewat kata-kata. Amin.

Saat menyaksikan pernikahan adik saya, pun saat menghadiri pernikahan-pernikahan yang lainnya, saya sering melihat rona kebahagiaan yang terpancar dari wajah kedua mempelai. Melihat ini saya tiba-tiba ingat nukilan dari Sunan Ibnu Majah yang berkata: “Tidak terlihat di antara dua orang yang saling mencintai (sesuatu yang sangat menyenangkan) seperti pernikahan.” Subhanallah, dalam hati saya berbisik; saya ingin merasakan perasaan seperti itu. Secepatnya (kalau bisa):-P

Ah, saya tidak mau melukiskan yang sedih-sedih di sini. Maksud saya mengenai seringnya timbul perasaan ragu-ragu, was-was dan kebat-kebit bagi mereka (terutama kaum lelaki yang masih sendiri) ketika memandang pernikahan. Rasa cemas yang menghinggapi terutama yang berkenaan dengan kewajiban seorang suami memberikan nafkah kepada isteri dan anak-anaknya kelak. Saya tidak mau. Saya takut kalau saya sering berpikir seperti ini saya malah tidak jadi-jadi menikah hehe…

Padahal dalam Al-Quran jelas digambarkan mengenai kekhawatiran seperti ini, guys. “Dan menikahlah kamu. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (QS. al-Nur:32). So, kenapa harus takut? Maksudnya kenapa masih banyak yang ragu-ragu gitu loh? Tapi saya pikir ini cuma masalah waktu saja, siapa sih yang nggak mau menikah?:-D

Saya sendiri memaknai pernikahan ibarat dua sisi mata uang. Satu sisi menikah bisa memperlebar jalan kita ke surga Ilahi, namun di sisi lain bisa pula sebaliknya; memperluas jurang kita menuju neraka jahanam. Subhanallah…

Maksud saya begini. Produk pernikahan kan adalah anak. Bila anak-anak kita nantinya bisa kita bina menjadi generasi-generasi yang bermanfaat bagi agama, keluarga, bangsa dan negara, tentunya mereka bisa menjadi ladang amal tak terhingga bagi kita meski kita telah tiada. Namun sebaliknya, bila kita tidak bisa membina anak-anak kita dengan baik, tentunya akan menjadi kontributor bagi ‘rekening’ dosa kita sendiri. Hayo siapa yang mau? Itu yang saya maksud dua sisi mata uang.

Tuhan perkenankan hamba-Mu ini, di sisa-sisa usia yang teramat pendek ini, menikmati indahnya hidup berumah tangga dalam naungan cinta dan ridho-Mu. Kuatkan keyakinan di hati kami Tuhan, yang terkadang meragu padahal sungguh Tuhan, Engkau telah menjanjikan karunia yang tak terhingga bagi hamba-Mu yang beritikad baik, meski dalam kondisi seadanya yang jauh dari berkecukupan ini…”

zwani.com myspace graphic comments
Percaya deh, aku akan selalu sayang sama kamu...

Selasa, 15 Januari 2008

Ayat Ayat Cinta


“Hati Saya Gerimis Membacanya”

“Sungguh takjub aku baca buku itu. Mengharukan, romantis. Sungguh membuat hatiku luluh membacanya. Bayangin, baru sekali ini aku baca buku sampai bisa meneteskan air mata. Ayat Ayat Cinta judul buku itu, hatiku gerimis baca buku itu…” Yos Mahyudi, pembaca dan pengagum Ayat Ayat Cinta.

Saat diminta oleh seseorang untuk membelikannya sebuah novel berjudul Ayat Ayat Cinta, saya sudah mulai curiga. Tumben-tumbenan nih orang minta dibeliin novel? Biasanya kalau nggak CD berisi lagu-lagu kesukaan, ia minta dibeliin oleh-oleh makanan or sejenis barang lainnya. Hmm…saya jadi ingin tahu seperti apa sih isi novel tersebut.

Saya pun pergi ke TB Gramedia Matraman, di kawasan Jakarta Timur, untuk membeli buku yang dimaksud. Tapi sayang, kata penjaganya, buku tersebut telah habis. Tambah penasaran hati saya. Dan akhirnya, waduh, dengan sangat terpaksa karena telah berkeliling ke sana kemari mencari buku tersebut tidak ketemu, saya lalu memutuskan pergi ke toko buku loakan di Pasar Senen. Dapat sih, tapi saya kurang begitu tahu apakah buku yang saya dapat tersebut asli apa bajakan.

Sebelum saya memberikan buku tersebut kepada seseorang yang saya maksud, saya pun iseng membaca lembar demi lembar novel ini. Saya pada dasarnya memang gemar membaca, terutama jenis fiksi. Tapi akhir-akhir ini saya jarang tertarik untuk membaca kecuali benar-benar membuat saya penasaran. Dan rasa penasaran itu akhirnya benar-benar terjawab setelah usai saya membaca Ayat Ayat Cinta.

Novel setebal 403 halaman karya sastrawan muda Habiburrahman El Shirazy ini benar-benar bisa memberikan inspirasi bagi yang membacanya. Novel bersetting Mesir ini benar-benar bertenaga dan kuat dalam penokohan, kaya dan detil dalam penuturan, benar-benar tidak ada lembar yang sia-sia. Setiap kalimat memberi kita informasi dan inspirasi dalam kehidupan dan akidah kita. Pemahaman kita tentang Islam menjadi bertambah, ayat-ayat yang diselipkan benar-benar terkesan alami dan tidak dipaksakan. Dan yang tak kalah penting novel ini benar-benar sangat romantis dan humanis. Hati saya bergetar membacanya.

Usai membaca buku ini saya pun kembali membeli satu lagi Ayat Ayat Cinta untuk saya hadiahkan kepada adik saya yang saat ini sedang menempuh studi di IPB. Saya yakin dia senang membacanya. Oya, katanya ada pula versi layar lebarnya yah? Hmm…saya jadi penasaran ingin menontonnya juga…

Rabu, 09 Januari 2008


Mulan Jameela Mahluk Tuhan Paling Seksi


”Hayo Ciptakan Imej Baru Anda Sendiri”

Tahun baru imej baru. Termasuk yang terjadi di dunia musik tanah air. Adalah penyanyi yang selama ini dikenal dengan nama Mulan Kwok. Tahun ini ia menjelma dengan nama dan imej baru: Mulan Jameela si “Mahluk Tuhan Paling Seksi.” Hmm…bagaimana dengan anda?

Pertarungan di dunia musik memang sangat ketat, guys... Kalau tak pandai-pandai mengemas sebuah karya dengan strategi pemasaran yang jitu, sebuah brand akan sulit terangkat secara politis eh, secara drastis maksudnya. Inilah yang dipahami benar oleh Ahmad Dhani, Presiden Republik Cinta (manajemen yang menaungi Mulan di album terbarunya).

Kemunculan Mulan dengan ‘casing’ barunya itu tak lepas dari tangan dingin seorang Dhani. Kata ‘Jameela’ yang berarti baik, menurut Dhani lebih bagus ketimbang mempertahankan kata ‘Kwok’ yang tidak memiliki arti. So apa arti sebuah nama, kata William Shakespeare, di dunia musik nama ternyata merupakan salah satu strategi pemasaran yang cukup ampuh.

Nah, kalau anda merasa selama ini sulit mendapatkan pasangan alias jomblo melulu, atau mungkin nama anda terlalu ‘njelimet’, ‘ndeso’ dan tidak punya nilai jual sehingga anda sulit mengembangkan diri ;-P, mungkin anda perlu berpikir untuk mengubah nama belakang anda. Bagi yang cowok mungkin bisa mengubah nama belakang anda menjadi Stokhist, Semangai, Gundav, Bendits, Jelatank, atau Ridats. Untuk yang cewek mungkin bisa mempertimbangkan nama-nama seperti Centili, Ndesis, Rumphis, Cemekek, or Similikiti. Hehe ngaco yah…

Kalo nama belakang anda sudah dirubah, sekarang tinggal menciptakan sebuah julukan yang pas untuk menggambarkan diri anda. Kalo si Mulan Jameela sudah pakai “Si Mahluk Tuhan Paling Seksi”, anda mungkin bisa memakai “Si Mahluk Tuhan Paling Nyebelin” or “Si Mahluk Tuhan Paling Norak” or “Si Mahluk Tuhan Paling Nggak Tahu Malu.” Hehe makin ngaco nih…

Tapi yang ini serius loh, bagi yang cowok anda mungkin tidak sepakat bila Mulan Jameela disebut sebagai satu-satunya “Mahluk Tuhan Paling Seksi” di jagad raya (apalagi yang cewek nih, pasti pada sirik:-D). Mungkin anda punya kandidat lain selain si Mulan, why not. Asal jangan, hehe maaf nih, si Mpok Nori yang anda bela-belain sebagai “Mahluk Tuhan Paling Seksi”. Nah, kalau sudah seperti itu maka siap-siaplah memerikasakan mata anda sendiri:-P,,,

Selasa, 08 Januari 2008

Semakin Banyak Saya Tahu ...


Semakin Banyak Saya Tidak Tahu

Sangat naif bila ada yang berkata: “Saya paling tahu.” Lebih tahu sedikit mungkin iya. Akhir-akhir ini saya kembali dibuat sadar betapa benar sebuah ungkapan yang berbunyi: Semakin banyak saya tahu, semakin banyak saya tidak tahu.

Blogger, saat berhasil membuat blog sendiri dan telah sedikit mahir memasukkan artikel plus gambar-gambarnya, jujur ada sedikit perasaan jumawa dalam diri saya. Dalam hati saya berkata: Sekarang saya adalah anak gaul yang telah berhasil berinteraksi di dunia maya dengan banyak orang dan tanpa batas tempat. Terpenting, sekarang, saya sudah lepas dari sebutan yang terkadang membuat saya minder sendiri: gaptek abizz! :-P

Selain perasaan jumawa tadi, saya sadar banyak sisi positif yang bisa saya ambil dari aktifitas baru saya sebagai seorang blogger. Yang paling terasa adalah meningkatnya semangat dan intensitas saya dalam menulis.

Pula, menjadi seorang blogger membuat saya terpacu membuka mata dan telinga lebih lebar. Ibaratnya begini, saya memiliki sebuah perusahaan yang baru saja me-launching produk terbarunya. Sebagai pemilik dan pengelola, untuk tetap survive dan dihargai khalayak, saya harus berpikir bagaimana memberikan yang terbaik bagi diri sendiri dan konsumen saya. Pendeknya, bagi saya, selain sebagai media komunikasi dan aktualisasi, menjadi seorang blogger merupakan ajang pertaruhan kredibilitas dan pencitraan diri (kata lain dari tebar pesona hehe). Dasar!

Di luar itu, entah saya tidak tahu apakah ini sikap yang wajar atau tidak. Dari yang sudah saya tahu itu, lagi-lagi sering muncul perasaan jumawa, perasaan hebat sendiri dalam diri. Betapa antusiasnya saya mana kala bercerita tentang dunia blogger kepada teman-teman saya seolah-olah saya paling tahu. Betapa antusiasnya saya mengenalkan hasil karya saya kepada orang lain. Sampai-sampai di kartu nama saya yang telah jadi jauh sebelum saya mengenal blog, yang jumlahnya ratusan itu, rela saya bercapek-capek ria menempeli alamat weblog saya satu-satu. Hmm kebayang kan? Teman satu kantor saya pun geleng-geleng kepala melihat kelakuan saya. Dan sudah bisa ditebak kemudian ia berkomentar: “Cape deh…” :-(

Saya tidak terlalu peduli dengan komentar tersebut, tapi saya sering berpikir betapa gilanya saya akhir-akhir ini. Bayangkan men, saking antusiasnya saya pada dunia maya, hampir tiap hari saya selalu datang ke kantor lebih pagi dari yang lainnya, dan pulang lebih terakhir (hanya untuk mencuri-curi waktu berinternet ria di sela-sela melaksanakan tugas kantor!). Bahkan di hari libur pun, saya habiskan waktu saya di depan komputer! Gila yah?

Nge-blog! Yah, inilah magnet yang membuat saya akhir-akhir ini begitu intens berhadapan dengan mesin yang terkoneksi dengan dunia tanpa batas. Beberapa waktu berjalan saya sangat puas dengan kreasi saya yang saya pikir sudah sangat perpect sekali. Namun setelah saya baca-baca lagi buku tentang blog dan saya lihat blog-blog karya orang lain, ya ampun ternyata masih banyak yang saya belum ketahui.

Blogger, ini memang dunia yang baru bagi saya. Baru kemarin-kemarin saya tahu apa itu posting, apa itu shoutbox, apa itu kode-kode HTML, template, navbar, sidebar, link… Sebanyak itu yang saya tahu, saya pikir saya telah banyak tahu. Tapi nyatanya kemudian saya masih meraba-raba apakah gerangan commenting system, gravatar, link manager, favicon, pagerank, site feed

Duhai, masih pantaskan saya berjumawa diri dengan apa yang saya capai, sementara saya baru menyadari sebanyak itu pula (mungkin malah lebih banyak lagi) yang belum saya ketahui. Oya, ini juga berlaku untuk hal-hal lainnya dalam kehidupan kita. Pesannya adalah; Jangan cepat puas dengan apa yang kita ketahui seolah-olah separuh dunia telah berada dalam kepala kita.

Salam blogger!

ZWANI.com - The place for myspace comments, glitters, graphics, backgrounds and codes
Semakin berat bebanku, semakin penuh tantangan hidupku. Aloha!