Jumat, 09 November 2007

Kabupaten Empat Lawang


Jalankan Amanah Pliiss Jangan Korupsi!

Selama dalam masa transisi (kurang lebih 2 tahun) pemda mendapat bantuan dari provinsi sebesar Rp 10 miliar dan dari kabupaten induk sebesar Rp 5 miliar per tahun. Lepas dari itu pejabat bupati sudah semestinya memanfaatkan peluang dan potensi yang dimiliki demi kesejahteraan rakyat.

Kabupaten Empat Lawang adalah kabupaten baru di provinsi Sumatera Selatan hasil pemekaran dari Kabupaten Lahat. Kabupaten ini diresmikan pada tanggal 20 April 2007, setelah disetujui oleh pemerintah dan DPR. Jauh sebelumnya, Rancangan Undang-Undang tentang pembentukan Kabupaten Empat Lawang telah disetujui pada tanggal 8 Desember 2006 bersama 15 kabupaten/kota baru lainnya.

Di masa-masa transisi atau sebelum adanya bupati defenitif, kabupaten dengan luas 225.644 km² dan penduduk 229.552 jiwa ini, dipimpin seorang bupati caretaker Drs. H. Abdul Shobur. Namun dalam perjalanannya Abdul Subur sudah terlalu jauh merambah wilayah politis sehingga yang bersangkutan didesak mundur. Pengganti Abdul Shobur saat ini adalah Drs. H. Indra Rusdi. Sebelumnya Indra Rusdi menduduki posisi Asisten I Pemrop Sumsel.

Tugas pejabat bupati tidaklah ringan. Selain melakukan pembenahan terhadap infrastruktur pemerintahan, menyusun struktur pemerintahan, melakukan pelayanan terhadap masyarakat, bersama DPRD bupati juga mempunyai PR untuk memfasilitasi pemilihan bupati defenitif yang waktunya semakin dekat.

Guna melaksanakan semuanya itu penjabat bupati diberi batas waktu paling lama 1 tahun, dengan dukungan dana dari kabupaten induk sebesar Rp 5 miliar dan pemerintah provinsi sebesar Rp 10 miliar setahun selama 2 tahun. Tak hanya itu, dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pejabat bupati juga harus memanfaatkan dan menggali peluang serta potensi SDA yang ada.

Letak Geografis
Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Musi Rawas
Sebelah Selatan
berbatasan dengan Kabupaten Lahat dan Kabupaten Bengkulu Selatan
Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Lahat
Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Rejang Lebong dan Kabupaten Kepahiang

Terdiri dari 7 Kecamatan
(1) Lintang Kanan, (2) Muara Pinang, (3) Pasemah Air Keruh, (4) Pendopo, (5) Talang Padang, (6) Tebing Tinggi, (7) Ulu Musi

Sejarah Singkat
Pada masa penjajahan Hindia Belanda (sekitar 1870-1900), Tebing Tinggi memegang peran penting sebagai wilayah administratif (onderafdeeling) dan lalu lintas ekonomi karena letaknya yang strategis.

Tebing Tinggi pernah diusulkan menjadi ibukota keresidenan saat Belanda berencana membentuk Keresidenan Sumatera Selatan (Zuid Sumatera) tahun 1870-an yang meliputi Lampung, Jambi, dan Palembang. Tebing Tinggi dinilai strategis untuk menghalau ancaman pemberontakan daerah sekitarnya, seperti Pagar Alam, Pasemah, dan pinggiran Bengkulu. Rencana itu batal karena Belanda hanya membentuk satu keresidenan, yaitu Sumatera.

Pada masa penjajahan Jepang (1942-1945), onderafdeeling Tebing Tinggi berganti nama menjadi wilayah kewedanan dan akhirnya pada masa kemerdekaan menjadi bagian dari wilayah kabupaten.

Rumah Kita adalah Keluarga


Ruang Indah itu Bernama Keluarga

Rumah kita yang sesungguhnya adalah keluarga (dalam konteks duniawi). Rasanya tak ada yang tidak sepakat dengan ungkapan ini. Hayo siapa yang tidak sepakat? Tanpa keluarga kita seperti manusia yang tanpa identitas (bahasa kerennya luntak-lantung) dan kering kayak kerupuk...

Keluarga adalah segalanya. Tentu saja, karena keluargalah yang senantiasa ada di saat kita bahagia maupun di saat kita sedang berduka. Kebanggaan kita adalah kebanggan keluarga, pun dengan kesedihan dan kemeranaan kita. Yang pertama sekali, keluargalah yang akan turut merasakan. Setelah itu baru--kalau ada: teman sejati, pacar sejati, tetangga idola dan orang-orang baik hati lainnya yang keberadaannya dewasa ini sudah sangat langka!

Blogger, ketergantungan terhadap keluarga akan sangat terasa di kala kita jauh. Kalau masih sangsi, coba deh jauh-jauh dari keluarga. Dalam kesendirian, acap kita membayangkan kebersamaan yang terekam bersama keluarga tercinta. Dan ibarat figura, rumahlah yang senantiasa membingkai setiap kenangan itu. Coba putar kembali memori kita. Sungguh indah bukan?

Di rumah kita mendapatkan segalanya. Perhatian, kasih sayang, masakan favorit bikinan ibu, sampai hal-hal terkecil seperti soal sisiran rambut kita yang terlihat kurang rapi, atau tentang seseorang yang saat ini sedang dekat dengan kita. Wuiihhh

Ayah, ibu, kakak, adik-adik, saudara, ponakan dan seterusnya merupakan pelangi yang memberi warna indah bagi kehidupan kita. Sungguh, merekalah yang pertama mengerti soal terkecil tentang kita. Yang terkecil sekalipun!

Jauh dari keluarga, kita seperti kapas yang tertiup angin guys… Lunglai tanpa akar dan pegangan. Cuma sehelai ingatan yang mendadak terhempas. Rindu yang sangat tiba-tiba membuncah. So, jangan sia-siakan keluarga kita. Meski terkadang kita jauh, tetapi--sekuat tenaga--berusahalah untuk membuat mereka bangga.