Jumat, 11 Juli 2008

Telepon Seluler


Memiliki HP, dewasa ini bukanlah hal yang luar biasa. Tukang parkir, tukang sayur, bahkan pemulung sudah ada yang memiliki HP. Saya jadi ingat waktu saya baru memiliki HP sendiri.

Pada waktu duduk di bangku SLTP kelas 3, sekitar tahun 1995, saya ingat di rumah orangtua saya baru pasang telepon rumah. Pada waktu itu, telepon rumah termasuk benda yang cukup prestisius. Bisa dibilang, hanya mereka yang berada dari kalangan menengah ke atas saja yang bisa memiliki perangkat ini (tentu saja untuk ukuran orang kampung).

Sebagai remaja yang baru tumbuh alias ABG, saya senang sekali. Dalam pergaulan dengan teman-teman sekolah, otomatis gengsi saya sedikit bertambah. Saya pun benar-benar memanfaatkan sarana milik orangtua ini untuk keperluan halo-halo dengan teman-teman. Sudah barang tentu saya gunakan juga untuk keperluan merayu cewek-cewek haha…

Seiring berjalannya waktu, memiliki telepon rumah sudah dianggap biasa. Memasuki tahun 2000 ponsel alias telepon seluler alias HP mulai menjadi barang yang “wah”! Di tahun ini, selain orang-orang berkantong tebal, tidak semua orang bisa memilikinya.

Saya hanya bisa terkagum-kagum bila melihat ada orang yang menenteng HP. Mengetahui harganya yang cukup mahal ketika itu, memegangnya pun saya tidak berani, meski hanya sekedar memegang dalam mimpi.

Tahun 2004 saya pun akhirnya merasakan memiliki HP sendiri. HP pertama yang saya miliki Nokia. Saya lupa tipenya. HP berbodi bongsor ini tentu saja saya beli dalam kondisi seken, mungkin juga sudah dalam kondisi seventeen. Soal fitur jangan ditanya, bisa telepon dan SMS saja sudah merupakan kebanggaan tersendiri yang sukar dilukiskan dengan kata-kata.

Seperti pada telepon rumah, memiliki HP juga membuat saya senang bukan main. Meski kenyataannya masih kere, menenteng HP membuat saya serasa menjadi eksekutif muda. Lucunya, berbulan-bulan setelah itu, hampir tidak ada yang menelepon, selain sesekali saja ada yang SMS. Maklum waktu itu orang yang punya HP masih sedikit, dan perang tarif murah juga belum segencar sekarang (relasi situ aja kalee yang masih kurang banyak dan kurang berbobot!?).

Saya pun tak kehilangan akal. Untuk menambah “prestise” saya di muka orang-orang, saya menyetting HP butut saya yang masih suka nge-drop itu dengan settingan alarm yang bunyinya saya sesuaikan dengan panggilan masuk. Pas saya lagi sama teman-teman, lagi di bis kota, terminal atau lagi di pasar sekalipun (hanya di kamar mandi saja yang nggak) HP saya bunyi. Karena sudah tahu itu cuma settingan, saya pun pasang aksi seolah-olah itu telepon masuk dari seseorang. Jadilah, saya terlihat seperti orang yang penting sendiri hahaha...

Begitulah, pengalaman yang cukup malu-maluin ini. Terkadang benda bisa membuat kita mabuk kepayang juga yah… Ternyata!!??:-P