Rabu, 29 Oktober 2008

Sepuluh Kepribadian Billionair


1. Keberanian untuk berinisiatif.
Di sinilah letak keunikan utama pengusaha kelas kakap dunia. Mereka selalu punya ide-ide jenial. Sebagai contoh, lihat saja si Raja Real Estate Donald Trump. Kebangkitannya dari bangkrut beberapa tahun yang lalu sekarang sudah membuahkan lebih dari sekedar kerajaan properti belaka. Ada boneka Donald, ada seri TV The Apprentice, ada online university TrumpUniversity.com, bahkan ada t-shirt "You're Fired" dan buku-buku best-sellernya. Semua berangkat dari inisiatif belaka, yang bisa kita pelajari dan tiru.

2. Tepat waktu.
Selalu menepati janji dan tepat waktu karena ini adalah bukti kemampuan memanage sesuatu yang paling terbatas di dalam hidup kita, yaitu waktu. Kemampuan untuk hadir sesuai janji adalah kunci dari semua keberhasilan, terutama keberhasilan berbisnis. Respek terhadap waktu merupakan pencerminan dari respek terhadap diri sendiri dan partner bisnis.

3. Senang melayani dan memberi.
Seorang billionaire pasti mempunyai kepribadian sebagai pemimpin dan seorang pemimpin adalah pelayan dan pemberi. The more you give to others, the more respect you get in return. Syukur-syukur kalau ada karma baik sehingga mendapat kebaikan juga dari orang lain. Paling tidak dengan memberi dan melayani, kita sudah menunjukkan kepada dunia betapa berlimpahnya kita. Alam bawah sadar kita akan terus membentuk blue print sukses berdasarkan kemampuan memberi ini.

4. Membuka diri terlebih dahulu.
Pernah Anda bertemu orang yang selalu mau bertanya soal hal-hal pribadi tentang orang lain namun tidak pernah mau membuka diri? Mereka biasanya hidup dalam ketakutan dan kecurigaan, yang pasti mereka akan sangat sulit untuk mencapai kesuksesan karena dua hal ini adalah lawan dari unsur-unsur yang membangun sukses. Rasa percaya dan kebesaran hati untuk membuka diri terhadap lawan bicara merupakan cermin bahwa kita nyaman dengan diri sendiri, lantas tidak ada yang perlu ditutupi, sesuatu yang dicari oleh para partner bisnis sejati. (Siapa yang mau bekerja sama dengan orang yang misterius?)

5. Senang bekerja sama dan membina hubungan baik dengan para partner bisnis.
Teamwork jelas adalah salah satu kunci keberhasilan utama. Donald Trump dan Martha Stewart pun mempunyai tim-tim mereka yang sangat loyal sehingga mereka bisa mencapai sukses luar biasa. "No man is an island, kita semua perlu membangun network kerja yang baik, sehingga jalan menuju sukses semakin terbuka lebar.

6. Senang mempelajari hal-hal baru.
Kembali kita mengambil contoh Pak Trump yang baru saja membuka online university. Apakah beliau adalah ahli pendidikan? Seorang profesor? Jelas tidak, namun dengan kegemarannya mencari hal-hal baru serta langsung mengaplikasikannya, maka dunia bisnis semakin terbuka luas baginya.Dunia bisnis baginya adalah tempat bermain yang luas dan tidak terbatas. Kuncinya hanya satu: senang belajar dan mencari hal-hal baru.

7. Jarang mengeluh, profesionalisme adalah yang paling utama.
Lance Armstrong pernah berkata, "There are two kinds of days: good days and great days." Hanya ada dua macam hari: hari yang baik dan hari yang sangat baik. Jangan sekali-kali mengeluh di dalam bisnis, walaupun suatu hari mungkin Anda akan jatuh dan gagal. Mengapa? Karena setiap kali gagal adalah kesempatan untuk belajar mengatasi kegagalan itu sendiri sehingga tidak terulang lagi di kemudian hari. Hari di mana Anda gagal tetap adalah agood day (hari yang baik).

8. Berani menanggung resiko.
Jelas, tanpa ini tidak ada kesemp atan sama sekali untuk menuju sukses.Sebenarnya setiap hari kita menanggung resiko, walaupun tidak disadari penuh. Resiko hanyalah akan berakibat dua macam: be a good or a great day (lihat di atas). So, untuk apa takut? Kegagalan pun hanyalah kesempatan belajar untuk tidak mengulangi hal yang sama di kemudian hari kan?

9. Tidak menunjukkan kekhawatiran (berpikir positif setiap saat).
Berpikir positif adalah environment atau default state di mana keseluruhan eksistensi kita berada. Jika kita gunakan pikiran negative sebagai default state, maka semua perbuatan kita akan berdasarkan ini (kekhawatiran atau cemas). Dengan pikiran positif, maka perbuatan kita akan didasarkan oleh getaran positif, sehingga hal positif akan semakin besar kemungkinannya.

10. "Comfortable in their own skin".
Alias nyaman dengan diri sendiri tanpa perlu berusaha menut up-nutupi sesuatu maupun supaya tampak "lebih" dari lawan bicaranya. Pernah bertemu dengan billionaire yang rendah diri alias tidak nyaman dengan diri mereka sendiri? Saya yakin tidak ada. Kenyamanan menjadi diri sendiri tidak perlu ditutup-tutupi supaya lawan bicara tidak tersinggung karena setiap orang mempunyai tempat tersendiri di dunia yang tidak bisa digantikan oleh orang lain.

Saya adalah saya, mereka adalah mereka. Dengan menjadi diri saya sendiri, saya tidak akan mengusik keberadaan mereka. Jika mereka merasa tidak nyaman, itu bukan karena kepribadian saya, namun karena mindset yang berbeda dan kekurangmampuan mereka dalam mencapai kenyamanan dengan diri sendiri.

Apakah Anda mempunyai kepribadian seorang billionaire? Hanya Anda yang bisa menjawab.

Dikutip dari Milis Empat Lawang 29 Oktober 2008

Senin, 20 Oktober 2008

Aceh Damai dan Kehangatan Para Tukang Ledeng


Artis pun Mendadak Tampil Santun

Selama lima hari, 13-17 Oktober 2008, saya mendapat tugas luar ke Provinsi Nangroe Aceh Darussalam (NAD). Ini lawatan pertama saya ke sana. Satu hal yang perlu dicatat, Aceh adalah bumi yang damai, aman dan tentram.

Lupakan tragedi memilukan (gempa dan tsunami) yang meluluhlantakkan Aceh pada 26 Desember 2004 lalu. Atau konflik horizontal sipil-militer yang telah berlangsung berpuluh-puluh tahun lamanya dan menelan ribuan nyawa tak terhingga. Aceh kini, berbeda dari Aceh dahulu. Aceh kini adalah Aceh yang bangkit dari keterpurukan dan dengan penuh semangat menata masa depan yang lebih cerah.

Setidaknya kesan inilah yang saya tangkap selama melakukan kunjungan ke Kabupaten Aceh Besar, Kabupaten Pidie dan Kota Banda Aceh. Selama dalam perjalanan ke tiga tempat tersebut, yang terkadang harus melewati kawasan hutan berbukit yang jauh dari keramaian, sama sekali saya tidak menemui kejadian yang tidak diinginkan. Yang saya temukan justru orang-orang Aceh yang ramah, para pengungsi di barak-barak yang tetap optimis memandang hari esok. Sungguh, orang Aceh adalah orang-orang yang kuat dan tabah. Terbukti dengan konflik yang terjadi selama ini, ditambah dengan tragedi gempa dan tsunami, mereka tetap bersemangat menjalani hari-hari. Saya yakin rakyat Aceh begitu mensyukuri perdamaian yang saat ini mereka rengkuh.

Tak terbilang kata yang ingin saya tuangkan selama mengunjungi Bumi Serambi Mekah. Di Aceh Besar saya diajak menginap oleh rekan-rekan tukang ledeng di sana, di salah satu Water Treatment Plant (WTP) milik PDAM Tirta Mountala Kab. Aceh Besar yang letaknya persis di kaki Bukit Barisan yang berjarak sekitar 30 km dari Kota Jantho. Meski hembusan udara pegunungan seperti mencucuk tulang, namun suasana kekeluargaan yang ditunjukkan oleh rekan-rekan di sana begitu hangat hingga saya serasa lupa dengan kekakuan dingin udara malam.

Di Banda Aceh pun saya nyaris menemukan kehangatan serupa yang ditunjukkan oleh rekan-rekan di PDAM Aceh Besar. Saya sangat senang diajak berkeliling Kota Banda Aceh yang masih dalam tahap renovasi dan rekonstruksi. Saya diajak melihat kampung-kampung pesisir, daerah yang paling parah terkena terjangan tsunami seperti Tibang, Perumnas Lingke, Ulee Lheu, Lamprik dan lain-lain. Alhamdulillah, segala bantuan berbentuk rumah dan infrastruktur pendukung lainnya yang dibangun lembaga donor dalam dan luar negeri telah kelihatan hasilnya. Setidaknya hampir sebagian besar masyarakat yang menjadi korban bencana telah mendapatkan hunian yang layak.

Masjid Raya Baiturrahman adalah tempat persinggahan saya yang paling mengesankan. Saya sangat bersyukur, bila selama ini hanya bisa melihat masjid nan megah ini dari kalender atau dari klip adzan Magrib, akhirnya saya bisa menjejakkan kaki dan melakukan sholat berjamaah di sana. Satu hal yang paling unik di masjid ini, selain bentuk bangunan dan sejarah besarnya di masa lalu, adalah banyaknya burung walet yang sejak beberapa tahun belakangan menjadikan masjid ini sebagai kediaman oleh para mahluk cantik itu.

Pada jam-jam sore, kita bisa menyaksikan pemandangan yang menakjubkan di atas atap/kubah dan di cakrawala masjid. Mahluk-mahluk mungil itu hilir mudik terbang ke sana kemari menghiasi langit yang mulai meneduh. Ada yang bertengger di atas pepohonan di sekitar masjid, namun lebih banyak yang nangkring di atas atap/kubah. Jumlahnya mungkin jutaan. Bayangkan hampir tidak ada sisi lowong di atas atap/kubah masjid yang tidak ditempati oleh burung-burung bernilai ekonomi tinggi itu. Padahal, tak sedikit penduduk di sekitar yang menyulap rumah mereka menjadi sarang burung walet. Namun entah kenapa, si cantik lebih menyukai areal masjid sebagai tempat persinggahan mereka. Luar bisa, Allah menghadiahkan karunia yang besar bagi umat Islam di Aceh. Mudah-mudahan pengurus masjid bisa memanfaatkan potensi ini untuk kepentingan umat. Amin.

Sebelum pulang ke Jakarta, saya juga sempat diajak berkeliling oleh Direktur PDAM Tirta Daroy, Pak Junaidi. Setelah membeli oleh-oleh khas Aceh, saya diajak Pak Junaidi meninjau pantai Lok Ngah di Aceh Besar yang sangat indah. Seperti daerah-daerah pesisir lainnya, daerah ini juga tak luput dari terjangan tsunami. Namun kini telah mulai berbenah menjadi daerah industri dan daerah wisata nan cantik. Setelah mengitari wilayah ini hampir setengah jam, Pak Junaidi yang orang lapangan itu, juga berbaik hati mengantar saya ke Bandara Sultan Iskandar Muda.

Meski sekarang saya sudah di Jakarta, saya tentu tidak akan lupa dengan keramahtamahan rekan-rekan dari PDAM Aceh Besar, PDAM Pidie dan PDAM Kota Banda Aceh. Saya tidak mungkin lupa dengan rasa khas Mie Aceh yang lezat, atau kedahsyiatan kopi Ulee Kareng yang hmmm...membuat kepala saya melayang-layang. Saya akan selalu mengenang kehangatan saat bermalam bersama rekan-rekan tukang ledeng di Bukit Jantho. Saya tentu tidak akan lupa saat menyaksikan kapal tongkang PLTD Apung yang terdampar di Kampung Punge Balangcut. Kapal berbobot mati 200 ton itu dahulunya berada di Pelabuhan Ulee Lheu yang berjarak sekitar 4 km dari tempatnya kini terdampar. Kapal milik Pertamina itu, kini menjadi semacam monumen untuk mengenang kedahsyiatan gelombang tsunami.

Dalam perjalanan dari WTP Jabal Gafur milik PDAM Pidie ke kantor pusat PDAM Pidie di Sigli, kami juga sempat berpapasan dengan iring-iringan mobil rombongan mantan deklarator GAM Hasan Tiro yang mengunjungi tanah kelahirannya, Pidie, yang telah lebih 30 tahun tidak disambanginya. Meski tidak bertatap muka secara langsung dengan Wali (sebutan masyarakat Aceh untuk Teungku Hasan Muhammad di Tiro), saya yakin pemikiran kami, pemikiran rakyat Aceh tidak begitu jauh berbeda. Aceh damai adalah impian. Aceh yang besar dan maju adalah harapan semua pihak.

Oya, ada satu hal lagi yang membuat saya geli, yang saya temui di Aceh ini. Di Jakarta saya temui banyak sekali billboard salah satu operator selular yang memajang pose artis cantik Luna Maya atau Asmirandah yang berpakaian sedikit seksi. Tapi yang saya temukan di Aceh berbeda 180 derajat! Di sana saya menemukan Luna Maya dan Asmirandah tampil dalam balutan busana muslimah yang anggun layaknya perempuan-perempuan Aceh. Hmm...

Peace Peace Peace

Peace Peace Peace