Jumat, 12 Desember 2008

Marcella Zalianty versus Agung Setiawan


Perang Pencitraan Kasus Marcella-Agung

Hampir tiap hari di media, khususnya infotainmen, publik disuguhi pemberitaan mengenai kasus penganiayaan dan pelecehan seksual yang diduga diotaki artis cantik Marcella Zalianty (MZ) terhadap rekan bisnisnya, Agung Setiawan (AS), yang seorang desainer interior. Kejadian berlangsung di sebuah hotel di Jakarta, tanggal 2 Desember lalu.


Uniknya, dan tambah naiklah nilai berita (news value) kasus ini, karena melibatkan kakak-beradik pembalap nasional Ananda Mikola (AM) dan Moreno Suprapto (belakangan Moreno hanya ditetapkan sebagai saksi). Sontak, dunia pergosipan pun bertanya-tanya, ada hubungan apakah AM (yang memang lebih menonjol pemberitaan kontroversial ketimbang prestasinya) dengan MZ hingga yang bersangkutan rela melumuri tangannya dengan perbuatan tercela (lagi-lagi seperti yang dituduhkan). Lebih tak masuk akal, perbuatan tersebut dilakukan AM yang sebenarnya tidak ada sangkut-pautnya dengan hubungan bisnis antara MZ dan AS.

Karena menyangkut dua public figure, tentu saja kasus ini banyak menyita perhatian rekan-rekan media. Dan karena mendapat publikasi gratis, kedua kubu (baik yang diwakili pengacara, kerabat/keluarga, teman masing-masing atau entah siapa lagi) sama-sama melakukan pembelaan (counter) menurut versinya, yang ujung-ujungnya ditujukan untuk saling menyerang pihak lawan. Inilah yang saya maksud proses menata pencitraan diri alias merebut simpati publik.

Yang paling seru dari kasus ini adalah munculnya statement pihak-pihak yang mengaku telah ditipu oleh AS. Momen ini tentu saja dimanfaatkan dengan begitu sempurna oleh kubu MZ dan AM untuk membentuk opini publik mengenai siapa sebenarnya sosok AS. Sampai di sini, posisi kubu MZ yang sebelumnya terpuruk, lalu berada sedikit di atas angin. Maka ranah hukum telah sedikit bergeser ke ranah publik.

Lalu bagaimana dengan substansi hukum? Saya bukanlah orang yang mengerti benar soal ini. Tapi menilik dari pemberitaan media tampaknya polisi bergeming (baca: tetap pada pendiriannya). Pihak kepolisian tampaknya tidak terpengaruh dengan perang opini yang terjadi diantara dua kubu ini. Polisi tetap pada sangkaan awal, yakni dugaan penganiayaan dan pelecehan seksual yang dilakukan MZ, AM beserta beberapa pelaku lainnya. Maka polisi pun menetapkan MZ dan AM cs sebagai tersangka atau calon pesakitan penghuni jeruji besi!

Sebagai penonton, saya senang bukan main menyaksikan kasus yang bak lakon sinetron berjudul Tersandung-sandung ini. Lumayan untuk hiburan sebelum dan sehabis kerja seharian di kantor hehe.. Tapi tunggu dulu bro, bukan karena saya senang melihat orang susah (SMOSH), tapi karena saya sebagai penonton merasa terhibur, persis seperti apa yang menjadi cita-cita berdirinya tayangan infotainmen: media hiburan! Hmm..kalo sudah begini ingin rasanya saya kembali ke dunia infotainmen, tapi sebagai seorang produser hahaha..

Mari kita tunggu saja perkembangan kasus ini. Bagi yang punya akal sehat, hendaknya bisa menjadikan tontonan ini sebagai sebuah pembelajaran. Dan hukum di negeri ini kita harapkan sebagai suatu keniscayaan tak sekedar menegakkan benang basah. Demi hukum pula jangan sampai ada privelese (pengistimewaan) pada kasus yang melibatkan para pesohor negeri ini. Bila memang AS terbukti melakukan penipuan seperti yang banyak disangkakan kepadanya, tak bisa tidak hukum juga harus memandangnya dengan obyektif dan tak perlu malu-malu untuk unjuk gigi, eh taring!

Salam hangat!

Selasa, 02 Desember 2008

Manajemen Waktu


Hari yang Cerah untuk Jiwa yang Sepi

Pagi ini Jakarta tidak seperti hari-hari sebelumnya yang lembab. Hari ini Jakarta sangat cerah. Mudah-mudahan secerah hati orang-orang yang membaca blog ini. Amin.


Pagi ini, seperti biasa, saya berangkat ke kantor pukul 08.15 WIB. Sebelum berangkat saya sempatkan mencuci pakaian beberapa potong terlebih dahulu. Lumayan olahraga ringan. Mulai awal Desember ini, saya harus lebih mengetatkan jadwal harian saya karena saya harus mencuci sendiri! Maklum Si Mbak tukang cuci mulai bulan ini sudah tidak lagi mencuci di tempatku. Katanya ia mau pulang kampung aja, mungkin mau membangun kampung tercinta dengan kapasitasnya sendiri.

Oya, ngomong-ngomong soal mencuci sendiri, sebenarnya ada hikmah yang bisa kita petik dari sana. Nggak percaya kan? Coba deh mulai mencuci sendiri! Hikmahnya adalah kita bisa menghemat biaya bulanan, tul kan? Tapi tunggu dulu, hikmah lainnya yang tak kalah hebat ternyata mencuci mengajarkan kita manajemen waktu.

Jujur, bukannya saya sombong, saya sendiri sudah terbiasa mencuci sendiri sejak di bangku kelas 1 SMU. Sebenarnya orangtua saya sih nggak tega melihat saya mencuci sendiri:-P Tapi karena saya sadar usia mengharuskan saya untuk memikul tanggung jawab dalam porsi yang saya bisa, akhirnya saya putuskan untuk mencuci sendiri.

Kalau saya perhatikan, tak sedikit teman-teman, saudara-saudara, mungkin juga para orangtua yang jadwal mencucinya seminggu sekali. Dengan pola seperti ini, sudah bisa dipastikan pakaian menumpuk menunggu giliran untuk dicuci (kayak antre beras aja yah?). Belum lagi rendamannya yang sampai beberapa hari lamanya hmm..sedap... Dua-duanya, baik yang ditumpuk maupun yang direndam, sama saja: selain menciptakan polusi pemandangan (apalagi CD yang tergantung dimana-mana kayak batman), hal ini juga menciptakan polusi udara! Belum lagi polusi suara (kegaduhan) akibat banyak yang komplen hahaha...

Dan, terpaksa saya harus jujur lagi, dari dahulu hingga sekarang, saya paling tidak suka menumpuk pakaian kotor hingga beberapa hari seperti itu. Bukannya mau naikin mutu sendiri yah, saya selalu mengupayakan minimal 1-2 hari sekali untuk mencuci. Bukan apa-apa dengan pola seperti ini selain mengurangi polusi dimana-mana, mencucinya juga akan lebih ringan dibanding mencuci seminggu sekali!

Hhhh...hari yang cerah seperti hari ini, benar-benar hari yang cerah untuk mencuci. Satu saja yang masih kurang, bo.. Meski cerah tetapi jiwa ini masih saja sepi (seperti dahulu)! Maklum karena masih mencuci sendiri hikshiks...