Senin, 21 Januari 2008

“Kapan Kawin?”


Tuhan Beri Kami Kesempatan

Menikah adalah salah satu syarat sempurnanya ibadah kita kepada Allah Swt. Menikah juga bisa memperlebar jalan kita ke surga, namun juga bisa sebaliknya; memperluas jurang kita menuju neraka jahanam. Subhanallah…

Seperti jingle sebuah iklan, “Kapan kawin?” Kira-kira seperti itulah pertanyaan bernada guyonan yang dilemparkan beberapa kerabat saat saya menghadiri pernikahan adik perempuan saya tanggal 19-20 Januari 2008 kemarin, di Tebing Tinggi Kabupaten Empat Lawang. Sebuah pertanyaan yang tak sekedar basa-basi, namun menurutku mengandung sebuah perhatian yang mendalam serta doa yang tercurahkan lewat kata-kata. Amin.

Saat menyaksikan pernikahan adik saya, pun saat menghadiri pernikahan-pernikahan yang lainnya, saya sering melihat rona kebahagiaan yang terpancar dari wajah kedua mempelai. Melihat ini saya tiba-tiba ingat nukilan dari Sunan Ibnu Majah yang berkata: “Tidak terlihat di antara dua orang yang saling mencintai (sesuatu yang sangat menyenangkan) seperti pernikahan.” Subhanallah, dalam hati saya berbisik; saya ingin merasakan perasaan seperti itu. Secepatnya (kalau bisa):-P

Ah, saya tidak mau melukiskan yang sedih-sedih di sini. Maksud saya mengenai seringnya timbul perasaan ragu-ragu, was-was dan kebat-kebit bagi mereka (terutama kaum lelaki yang masih sendiri) ketika memandang pernikahan. Rasa cemas yang menghinggapi terutama yang berkenaan dengan kewajiban seorang suami memberikan nafkah kepada isteri dan anak-anaknya kelak. Saya tidak mau. Saya takut kalau saya sering berpikir seperti ini saya malah tidak jadi-jadi menikah hehe…

Padahal dalam Al-Quran jelas digambarkan mengenai kekhawatiran seperti ini, guys. “Dan menikahlah kamu. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (QS. al-Nur:32). So, kenapa harus takut? Maksudnya kenapa masih banyak yang ragu-ragu gitu loh? Tapi saya pikir ini cuma masalah waktu saja, siapa sih yang nggak mau menikah?:-D

Saya sendiri memaknai pernikahan ibarat dua sisi mata uang. Satu sisi menikah bisa memperlebar jalan kita ke surga Ilahi, namun di sisi lain bisa pula sebaliknya; memperluas jurang kita menuju neraka jahanam. Subhanallah…

Maksud saya begini. Produk pernikahan kan adalah anak. Bila anak-anak kita nantinya bisa kita bina menjadi generasi-generasi yang bermanfaat bagi agama, keluarga, bangsa dan negara, tentunya mereka bisa menjadi ladang amal tak terhingga bagi kita meski kita telah tiada. Namun sebaliknya, bila kita tidak bisa membina anak-anak kita dengan baik, tentunya akan menjadi kontributor bagi ‘rekening’ dosa kita sendiri. Hayo siapa yang mau? Itu yang saya maksud dua sisi mata uang.

Tuhan perkenankan hamba-Mu ini, di sisa-sisa usia yang teramat pendek ini, menikmati indahnya hidup berumah tangga dalam naungan cinta dan ridho-Mu. Kuatkan keyakinan di hati kami Tuhan, yang terkadang meragu padahal sungguh Tuhan, Engkau telah menjanjikan karunia yang tak terhingga bagi hamba-Mu yang beritikad baik, meski dalam kondisi seadanya yang jauh dari berkecukupan ini…”

zwani.com myspace graphic comments
Percaya deh, aku akan selalu sayang sama kamu...